Rabu, 13 Maret 2019

Kajian Hadits IKABA Jilid II, 01-10

*السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID KE II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ORANG BEPERGIAN DAN ORANG SAKIT*_

*HADITS KE 1 :*

*عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَتْ: ( أَوَّلُ مَا فُرِضَتْ الصَّلَاةُ رَكْعَتَيْنِ , فَأُقِرَّتْ صَلَاةُ السَّفَرِ وَأُتِمَّتْ صَلَاةُ الْحَضَرِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه*

*وَلِلْبُخَارِيِّ: ( ثُمَّ هَاجَرَ, فَفُرِضَتْ أَرْبَعًا, وَأُقِرَّتْ صَلَاةُ السَّفَرِ عَلَى الْأَوَّلِ )وَلِلْبُخَارِيِّ: ( ثُمَّ هَاجَرَ, فَفُرِضَتْ أَرْبَعًا, وَأُقِرَّتْ صَلَاةُ السَّفَرِ عَلَى الْأَوَّلِ)*

_'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Sholat itu awalnya diwajibkan dua rakaat, lalu ia ditetapkan sebagai sholat dalam perjalanan, dan sholat di tempat disempurnakan (ditambah). Muttafaq Alaihi._

_Menurut riwayat Bukhari: Kemudian beliau hijrah, lalu diwajibkan sholat empat rakaat, dan sholat dalam perjalanan ditetapkan seperti semula._

*MAKNA HADITS :*

```Oleh kerana bermusafir sering kali menyebabkan keletihan, maka syariat Islam mempersingkat sholat empat rakaat seperti sholat dzuhur, Asar, dan Isyak menjadi
dua rakaat sebagai satu kemudahan bagi orang musafir sehinggalah dia kembali
pulang ke tempat tinggalnya.

Sholat Maghrib tidak boleh dipersingkat, karena ia merupakan witir bagi sholat siang hari, sedangkan witir disukai oleh Allah. Begitu pula sholat Subuh, tidak
boleh dipersingkat, karena dalam mengerjakan sholat Subuh bacaan al-Qur’an mesti dipanjang. Bacaan dalam sholat Subuh disaksikan oleh para malaikat dan usaha
mempercepat pelaksanaan sholat Subuh bertentangan dengan anjuran supaya bacaan al-Qur’an di dalamnya dipanjangkan.

Sholat qasar disunnatkan, karena ia adalah rukhsah. Sholat qasar lebih afdhal dari sholat secara sempurna. Allah suka apabila rukhsah-Nya dikerjakan,
sebagaimana Dia suka apabila ‘azimah-Nya dilakukan.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa sholat qasar wajib hukumnya, karena ia merupakan hukum asal sholat, kemudian ditambah bilangan rakaat sholat fardu itu ketika sedang tidak dalam perjalanan sebagaimana yang diterangkan oleh hadis Aisyah (r.a). Dalam kaitan ini Imam Abu Hanifah tidak mengemukakan
pandangannya itu berlandaskan akal semata, sebaliknya semata-mata berlandaskan
tawqif (ketentuan syariat). Jumhur ulama mengatakan bahwa hadis Aisyah itu berkedudukan mawquf, hanya sampai kepada Aisyah (r.a).```

*FIQH HADITS :*

1. Mengqasar sholat ketika dalam perjalanan menurut mazhab Hanafi adalah wajib. Mereka mengemukakan dalil untuk mendukung pendapatnya
berlandaskan dalil hadis yang mengatakan: “فرضت) “Diwajibkan). Menurut jumhur ulama, sholat qasar merupakan rukhsah dan mengerjakannya dengan sempurna adalah lebih diutamakan. Mereka mengatakan bahwa makna “فرضت “ialah ditetapkan berdasarkan firman Allah (s.w.t):

فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَقْصُرُوْا مِنَ الصَّلٰوةِ (١٠١)

“… Apabila kamu musafir di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqasar sholatmu...” (Surah al-Nisa’: 101)

2. Sholat Maghrib dan sholat Subuh tidak boleh mengalami perubahan, baik ketika bermukim maupun ketika bermusafir.

3. Disyariatkan memperpanjang bacaan al-Qur’an ketika mengerjakan sholat Subuh.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
*السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID KE II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ORANG BEPERGIAN DAN ORANG SAKIT*_

*HADITS KE 2 :*

*وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا; ( أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقْصُرُ فِي السَّفَرِ وَيُتِمُّ, وَيَصُومُ وَيُفْطِرُ )  رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ, وَرُوَاتُهُ ثِقَاتٌ. إِلَّا أَنَّهُ مَعْلُول ٌوَالْمَحْفُوظُ عَنْ عَائِشَةَ مِنْ فِعْلِهَا, وَقَالَتْ: ( إِنَّهُ لَا يَشُقُّ عَلَيَّ )  أَخْرَجَهُ الْبَيْهَقِيّ ُ*

_Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam adakalanya mengqashar sholat dalam perjalanan dan adakalanya tidak, kadangkala puasa dan kadangkala tidak. Riwayat Daruquthni. Para perawinya dapat dipercaya, hanya saja hadits ini ma'lul. Adapun yang mahfudh dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu adalah dari perbuatannya, dan dia berkata: Sesungguhnya hal itu tidak berat bagiku. Dikeluarkan oleh Baihaqy_

*MAKNA HADITS :*

```Dalam perjalanan diperbolehkan mengqasar dan menyempurnakan sholat, sebagaimana juga diperbolehkan berbuka dan puasa, karena berbuka dan qasar merupakan satu keringanan (rukhsah). Barang siapa yang lebih menyukai ‘azimah, maka itu dia boleh melakukan dan barang siapa yang ingin mengambil rukhsah, maka itu lebih diutamakan baginya, kerana Allah menyukai apabila rukhsah-Nya dikerjakan, sebagaimana suka apabila ‘azimah-Nya dikerjakan.```

*FIQH HADITS :*

1. Dalam perjalanan diperbolehkan mengqasar sholat.

2. Dalam perjalanan diperbolehkan berbuka puasa.

3. Dalam perjalanan diperbolehkan mengerjakan sholat dengan sempurna.

4. Dalam perjalanan tetap diperbolehkan berpuasa.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
*السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID KE II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ORANG BEPERGIAN DAN ORANG SAKIT*_

*HADITS KE 3 :*

*وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ الله يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ وَفِي رِوَايَةٍ: ( كَمَا يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى عَزَائِمُهُ )*

_Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah suka bila rukhshoh (keringanan)-Nya dilaksanakan sebagaimana Dia benci bila maksiatnya dilaksanakan." Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Dalam suatu riwayat: "Sebagaimana Dia suka bila perintah-perintah-Nya yang keras dilakukan."_

*MAKNA HADITS :*

```Islam merupakan agama toleransi, di dalamnya tidak ada barang tekanan dan beban yang melebihi kemampuan orang mukallaf. Allah (s.w.t) berfirman:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ (١٨٥)

“… Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki kesukaran bagi kamu….” (Surah al-Baqarah: 185)

Allah suka apabila hamba-Nya mengerjakan apa yang telah diberi keringanan oleh-Nya sebagai bukti ketaatan kepada-Nya, sebagaimana Allah benci apabila
perbuatan durhaka terhadap-Nya dikerjakan karena melanggar perintah-Nya. Allah ridha terhadap orang yang berpegang teguh kepada apa yang telah ditetapkan-Nya demi memperoleh ridha-Nya.```

*FIQH HADITS :*

Mengerjakan rukhsah lebih diutamakan dibanding mengerjakan ‘azimah. Allah
(s.w.t) berfirman:

يُرِيدُ الله بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ (١٨٥)

“… Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki kesukaran bagi kamu….” (Surah al-Baqarah: 185)

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
*السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID KE II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ORANG BEPERGIAN DAN ORANG SAKIT*_

*HADITS KE 4 :*

*وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا خَرَجَ مَسِيرَةَ ثَلَاثَةِ أَمْيَال ٍ أَوْ فَرَاسِخَ, صَلَّى رَكْعَتَيْنِ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ*

_Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila keluar bepergian sejauh tiga mil atau farsakh, beliau sholat dua rakaat. Riwayat Muslim._

*MAKNA HADITS :*

```Syarat dibolehkan mengqasar sholat ialah hendaklah musafir menempuh perjalanan sejauh empat burud. Ia boleh memulai sholat qasar itu bila telah meninggalkan pusat kota. Ulama berbeda pendapat mengenai jarak yang membolehkan seseorang mengqasar sholat. Menurut jumhur ulama, perjalanan itu mestilah sejauh dua marhalah, menurut Imam Abu Hanifah tiga marhalah, sedangkan menurut mazhab dzahiri tiga mil, karena berlandaskan hadis Aisyah (r.a) ini. Jumhur ulama menyanggah batasan yang ditentukan oleh hadis ini. Batasan yang disebutkan dalam hadis ini masih diragukan dan oleh karenanya, ia tidak dapat dijadikan sebagai hujah. Mereka berpegang kepada hadis Ibnu Abbas (r.a) yang menyebutkan:

لَا تَقْصُرُوا الصَّلَاةَ فِيْ أَقَلَّ مِنْ أَرْبَعَةِ بُرَدٍ (رواه البيهقي بسند صحيح)

“Janganlah kamu mengqasar sholat dalam jarak kurang dari empat burud.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang sahih)```

*FIQH HADITS :*

Boleh mengqasar sholat empat rakaat dalam perjalanan dengan mempersingkatnya menjadi dua rakaat. Ulama berselisih pendapat mengenai jarak perjalanan yang
membolehkan seseorang mengqasar sholat. Mazbab Hanafi mengatakan bahwa
setidaknya perjalanan itu memerlukan masa tiga hari atau tiga malam mengikut ukuran hari atau malam yang paling singkat dalam satu tahun dan perjalanan
itu ditempuh dengan kecepatan sederhana seperti kecepatan unta biasa berjalan. Perjalanan ini diperkirakan sejauh 72 mil. Jumhur ulama mengatakan bahwa
perjalanan yang membolehkan qasar sholat adalah sejauh dua marhalah, yaitu 48 mil atau empat burud.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
*السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID KE II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ORANG BEPERGIAN DAN ORANG SAKIT*_

*HADITS KE 5 :*

*وَعَنْهُ قَالَ: ( خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ اَلْمَدِينَةِ إِلَى مَكَّةَ، فَكَانَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ حَتَّى رَجَعْنَا إِلَى اَلْمَدِينَةِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ*

_Dari Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Pernah kami keluar bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dari Madinah ke Mekkah. Beliau selalu sholat dua rakaat-dua rakaat sampai kami kembali ke Madinah. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari._

*MAKNA HADITS :*

```Antara kasih sayang Allah kepada hamba-Nya ialah mereka disyariatkan mengqasar
sholat semasa dalam perjalanan. Hal ini merupakan satu nikmat yang boleh dilakukan secara berterusan selagi seseorang itu masih berada dalam perjalanan
dan masih belum menetap di daerah tertentu.

Jumhur ulama berkata: “Jika seseorang yang bermusafir berniat tinggal di suatu daerah selama empat hari, maka setelah itu hukum musafir sudah dianggap
habis dan dia mesti mengerjakan sholatnya dengan sempurna.”

Mazhab Hanafi mengatakan bahwa bertempat tinggal yang dapat memutuskan hukum musafir ialah bertempat tinggal selama lima belas hari di suatu tempat. Jika
hamba seseorang itu melarikan diri atau untanya hilang lalu dia mencarinya atau mempunyai urusan yang tidak diketahui bila urusan itu selesai, maka orang itu
dibolehkan mengqasar sholat secara berterusan hingga urusannya itu selesai.

Mazhab al-Syafi’i memberi batasan maksimum untuk mengqasar sholat selama delapan belas hari. Setelah itu orang yang bersangkutan mesti mengerjakan sholatnya dengan sempurna.```

*FIQH HADITS :*

Disyariatkan mengqasar sholat empat rakaat selama dalam perjalanan.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
*السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID KE II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ORANG BEPERGIAN DAN ORANG SAKIT*_

*HADITS KE 6 :*

*عَن ابن عباس رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم أَقَامَ تِسْعَةَ عَشَرَ يَوْماً يَقْصُرُ . وفي اللفظ الآخر: أَقَامَ بِـمَكَّةَ تِسْعَةَ عَشَرَ يَوْمًا. رواه البخاري. وفي رواية لأبي دود : سَبْعَ عَشَرَةَ. وفي أخرى خَمْسَ عَشَرَةَ. وَلَهُ عن عِمران ابن حُصِيْن : ثَمَانِي عَشَرَة. وَلَهُ عَنْ جَابِرٍ : أَقَامَ بِتَبُوك عِشْرِيْنَ يَوْمًا يَقْصُرُ الصَّلَاةَ. وَرُوَاتُهُ ثِقَاتٌ، إلَّا أنَّهُ أُخْتُلِفَ فِيْ وَصْلِهِ.*

_Dari Ibnu Abbas (r.a), beliau berkata: “Nabi (s.a.w) bermukim (tinggal) selama sembilan belas hari dalam keadaan tetap mengqasar sholat.” Menurut lafaz
lain disebutkan: “Di Mekah selama sembilan belas hari.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari) Menurut riwayat Abu Dawud: “Tujuh belas hari.” Menurut riwayat yang lain:
“Lima belas hari.” Abu Dawud melalui Imran ibn Hushain menyebutkan: “delapan belas hari.” Menurut riwayat Abu Dawud dari Jabir (r.a) disebutkan: “Nabi
(s.a.w) tinggal di Tabuk selama dua puluh hari dalam keadaan tetap mengqasar sholat.” (Periwayat hadis ini tsiqah. Namun ulama berselisih dalam masalah maushul ataupun tidak)_

*MAKNA HADITS :*

```Hadis-hadis yang menerangkan Nabi (s.a.w) tinggal di Mekah pada tahun pembebasan kota Mekah sangat banyak dan berbeda-beda antara satu sama lain. Ada yang mengatakan lima belas hari, tujuh belas hari, delapan belas hari,
sembilan belas hari, dan dua puluh hari.

Al-Baihaqi berkata: “Riwayat paling sahih ialah mengatakan sembilan belas hari.” Al-Haramain dan al-Baihaqi menggabungkan kesemua riwayat tersebut
dimana ulama yang mengatakan sembilan belas hari itu karena menghitung hari kedatangan dan hari kepulangan. Ulama yang mengatakan tujuh belas hari
karena membuang hari-hari kedatangan dan kepulangan, sedangkan ulama yang
mengatakan delapan belas hari itu karena membuang salah satu dari kedua hari tersebut. Ulama yang mengatakan lima belas hari meyakini bahwa asal mukim
selama tujuh belas hari, kemudian hari kedatangan dan hari kepulangan tidak dikira.

Riwayat yang mengatakan dua puluh hari, meskipun sanadnya sahih namun ia syadz (menyalahi pendapat orang lain kebanyakan) karena bertentangan dengan
riwayat jamaah. Riwayat yang mengatakan sembilan belas hari lebih kuat, sebab periwayatnya lebih banyak.

Nabi (s.a.w) mengqasar sholat selama baginda tinggal di Mekah, karena setiap hari baginda ragu antara ingin menetap untuk sementara waktu di Mekah dan
berangkat pulang menuju Madinah. Nabi (s.a.w) terus mengqashar sholat, karena pada prinsipnya baginda masih berada dalam keadaan musafir yang tidak menentu melainkan setelah betul-betul berniat untuk tinggal di daerah itu.

Ulama berbeda pendapat mengenai masa tempat tinggal yang bisa menghilangkan hukum musafir. Menurut jumhur ulama, niat tinggal selama empat
hari. Menurut Imam Abu Hanifah, tidak ada yang bisa memutuskan hukum musafir kecuali telah berniat tinggal selama lima belas hari.

Dari sini disimpulkan bahwa Islam tidak membatasi, baik dalam al-
Qur’an ataupun dalam Sunnah, mengenai masa bertempat tinggal yang bisa memutuskan hukum musafir secara nash. Oleh itu, masalah ini hendaklah tetap
senantiasa menjadi ruang untuk berijtihad.```

*FIQH HADITS :*

1. Orang yang bermukim sah bermakmum kepada orang yang bermusafir tanpa adanya hukum makruh dan orang yang bermukim hendaklah menyempurnakan sholatnya sesudah imam bersalam.

2. Imam harus memberitahu keadaan sholatnya kepada orang yang bermakmum kepadanya karena ini mengikuti amalan Nabi (s.a.w).

3. Menjelaskan masa tinggal dimana apabila seorang yang
bermusafir hendak bermukim, maka dia mestilah menyempurnakan sholatnya
dan tidak boleh mengqashar sholat setelah itu. Mazhab Hanafi mengatakan bahwa waktu seseorang yang bermusafir mesti menyempurnakan sholatnya setelah lima belas hari bermukim di suatu daerah tertentu. Imam
Malik dan Imam al-Syafi’i mengatakan bahwa itu dilakukan setelah bermukim empat hari, selain hari keberangkatan dan hari kepulangan. Imam Ahmad mengatakan bahwa sholat mesti disempurnakan apabila lebih empat hari bermukim di suatu daerah. Manakala seseorang yang masih ragu tentang masa dia untuk bermukim lantaran menunggu urusan selesai, maka jumhur ulama dalam satu riwayat dari Imam al-Syafi’i berkata: “Seseorang itu boleh mengqashar sholatnya selama urusannya masih belum
selesai, karena pada dasarnya dia masih dikategorikan sebagai musafir. Namun menurut pendapat yang masyhur di sisi Imam al-Syafi’i, boleh mengqasar sholat selama delapan belas hari saja.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
*السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID KE II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ORANG BEPERGIAN DAN ORANG SAKIT*_

*HADITS KE 7 :*

*وَعَنْ أَنَسٍ: ( كَانَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ, ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا, فَإِنْ زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ, ثُمَّ رَكِبَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَفِي رِوَايَةِ الْحَاكِمِ فِي "الْأَرْبَعِينَ" بِإِسْنَادِ اَلصَّحِيحِ: ( صَلَّى الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ, ثُمَّ رَكِبَ )وَلِأَبِي نُعَيْمٍ فِي "مُسْتَخْرَجِ مُسْلِمٍ": ( كَانَ إِذَا كَانَ فِي سَفَرٍ, فَزَالَتْ الشَّمْسُ صَلَّى الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا, ثُمَّ اِرْتَحَلَ )*

_Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Biasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila berangkat dalam bepergian sebelum matahari tergelincir, beliau mengakhirkan sholat Dhuhur hingga waktu Ashar. Kemudian beliau turun dan menjamak kedua sholat itu. Bila matahari telah tergelincir sebelum beliau pergi, beliau sholat Dhuhur dahulu kemudian naik kendaraan. Muttafaq Alaihi. Dalam suatu hadits riwayat Hakim dalam kitab al-Arba'in dengan sanad shahih: Beliau sholat Dhuhur dan Ashar kemudian naik kendaraan. Dalam riwayat Abu Nu'aim dalam kitab Mustakhroj Muslim: Bila beliau dalam perjalanan dan matahari telah tergelincir, beliau sholat Dhuhur dan Ashar dengan jamak, kemudian berangkat._

*MAKNA HADITS :*

```Mengingat musafir merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kesusahan, maka Islam memberikan keringanan kepada musafir untuk menjamak
di antara dua sholat yang waktunya saling berdekatan seperti sholat dzuhur dengan sholat Asar dan sholat Maghrib dengan sholat Isyak, baik jamak ta’khir ataupun
jamak taqdim. Ini merupakan salah satu dari rahmat kepada orang yang sedang musafir. Inilah pendapat jumhur ulama. Dari hadis ini mereka berkesimpulan bahwa boleh melakukan jamak ta’khir dan dari hadis ini pula kemudian disimpulkan boleh melakukan jamak taqdim.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa tidak boleh melakukan jamak di antara kedua sholat, baik jamak taqdim maupun jamak ta’khir. Beliau mentakwil hadis-hadis yang menyebut masalah jamak ini dengan mengatakan bahwa jamak yang disebutkan oleh hadis-hadis tersebut hanyalah dalam bentuk
formalitas saja. Dengan kata lain, mengerjakan sholat pertama di akhir waktunya dan sholat yang kedua pada permulaan waktunya. Barang siapa yang memandang
kepada dzahir hadis ini, dia pasti meyakini bahwa kedua sholat itu dilakukan secara jamak; dan barang siapa yang memandang hakikat hadis ini, maka dia yakin
bahwa kedua sholat tersebut dikerjakan pada waktunya masing-masing.```

*FIQH HADITS :*

Seorang yang bepergian diperbolehkan melakukan jamak taqdim dan jamak ta’khir
di antara dua sholat yang waktu saling berdekatan antara satu sama lain. Inilah pendapat Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam al-Syafi’i. Menurut suatu riwayat dari Imam Malik dan Imam Ahmad, musafir hanya dibolehkan melakukan jamak ta’khir. .
Menurut Imam Abu Hanifah, orang yang musafir tidak dibolehkan
melakukan sholat jamak, baik jamak taqdim ataupun jamak ta’khir. Beliau mentafsirkan hadis yang menerangkan bahwa Nabi (s.a.w) melakukan sholat jamak
dalam bentuk formalitas saja, yakni melakukan sholat Dzuhur di akhir waktunya dan mengerjakan sholat Asar pada permulaan waktu. Begitu pula dengan sholat Maghrib dan sholat Isyak.
Boleh melakukan jamak taqdim di ‘Arafah untuk menjamak sholat Dzuhur dengan sholat Asar, dan jamak ta’khir untuk menjamak sholat Maghrib dengan sholat Isyak di Muzdalifah. Hal ini merupakan satu bentuk kesempurnaan untuk manasik haji.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
*السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID KE II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ORANG BEPERGIAN DAN ORANG SAKIT*_

*HADITS KE 8 :*

*وَعَنْ مُعَاذٍ رضي الله عنه قَالَ: ( خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ، فَكَانَ يُصَلِّي الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا, وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ*

_Muadz Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami pernah pergi bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam perang Tabuk. Beliau Sholat Dhuhur dan Ashar dengan jamak serta Maghrib dan Isya' dengan jamak. Riwayat Muslim._

*MAKNA HADITS :*

```Syariat Islam telah menetapkan waktu-waktu tertentu untuk mengerjakan sholat.
Setiap sholat pada dasarnya mestilah dikerjakan dalam waktu-waktu yang telah
ditetapkan itu. Mengingat musafir merupakan salah satu faktor yang bisa mmenyebabkan kesusahan, maka syariat Islam memberi keringanan atau rukhsah
untuk menjamak dua sholat yang waktunya saling berdekatan berdekatan antara satu sama lain; sholat dzuhur r dengan sholat Asar disatukan, baik jamak taqdim
ataupun jamak ta’khir, demikian pula sholat Maghrib dengan sholat Isyak disatukan, baik jamak taqdim atau jamak ta’khir.

Jika perjalanan telah dimulai pada waktu sholat yang pertama, maka jamak yang dilakukan adalah jamak ta’khir. Jika perjalanan telah dimulai pada waktu sholat yang kedua, maka jamak yang dilakukan adalah jamak taqdim. Faktor
yang membolehkan berbuat demikian adalah kesulitan dan hukumnya mubah, sedangkan hikmahnya adalah memberikan keringanan kepada orang yang sedang bermusafir. Melakukan sholat jamak di tempat tinggal hukumnya dilarang. Hadis-
hadis yang menyebutkan hal ini mestilah ditafsirkan sebagai jamak formalitas saja, tetapi pada hakikatnya setiap sholat mesti dikerjakan pada waktunya, dimana sholat pertama dikerjakan pada akhir waktunya dan sholat yang kedua dikerjakan pada permulaan waktunya.

Imam Abu Hanifah tetap berpegang kepada kaidah asal dimana beliau mewajibkan setiap sholat dikerjakan pada waktunya yang telah ditetapkan, kecuali
jamak taqdim di Arafah dan jamak ta’khir di Muzdalifah, karena adanya nash yang menerangkan hal tersebut. Beliau menjadikan jamak ini sebagai salah satu dari
kesempurnaan manasik haji dan inilah yang menjadi faktor yang membolehkan jamak. Beliau mentafsirkan keadaan-keadaan yang disebutkan di dalam Sunnah
berkaitan disyariatkan sholat jamak, bahwa jamak yang dimaksud itu adalah jamak
formalitas saja.```

*FIQH HADITS :*

Seseorang yang bermusafir disyariatkan menjamak dua sholat yang waktunya saling berdekatan antara satu sama lain.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
*السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID KE II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ORANG BEPERGIAN DAN ORANG SAKIT*_

*HADITS KE 9 :*

*وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم : ( لَا تَقْصُرُوا الصَّلَاةَ فِي أَقَلَّ مِنْ أَرْبَعَةِ بُرُدٍ; مِنْ مَكَّةَ إِلَى عُسْفَانَ )  رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ بِإِسْنَادٍ ضَعِيف وَالصَّحِيحُ أَنَّهُ مَوْقُوفٌ، كَذَا أَخْرَجَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ*

_Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jangan mengqashar sholat kurang dari empat burd, yakni dari Mekkah ke Usfan." Diriwayatkan oleh Daruquthni dengan sanad lemah. Menurut pendapat yang benar hadits ini mauquf sebagaimana yang dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah._

*MAKNA HADITS :*

```Di dalam Sunnah tidak terdapat hadis marfu’ yang sahih mengenai batasan jarak qasar ketika dalam musafir. Jadi masalah ini terbuka luas bagi ijtihad untuk memainkan peranannya. Menurut jumhur ulama, sholat boleh diqasar ketika
dalam perjalanan yang menempuh jarak dua marhalah yang diperkirakan sama dengan empat burud. Menurut Imam Abu Hanifah, sholat boleh diqasar dalam jarak
tiga marhalah. Menurut sebagian ulama lain, sholat boleh diqasar dalam setiap perjalanan, tetapi pendapat ini dinilai tidak berlandaskan kepada kajian yang
mencukupi, karena hadis dalam bab ini meskipun sanadnya dhaif tetapi dikuatkan oleh hadis mawquf Ibn Khuzaimah yang sanadnya shahih.```

*FIQH HADITS :*

Batasan minimum jarak perjalanan yang membolehkan seseorang melakukan sholat qasar sejauh empat burud atau 48 mil.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
*السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID KE II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ORANG BEPERGIAN DAN ORANG SAKIT*_

*HADITS KE 10 :*

*وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم ( خَيْرُ أُمَّتِي اَلَّذِينَ إِذَا أَسَاءُوا اِسْتَغْفَرُوا, وَإِذَا سَافَرُوا قَصَرُوا وَأَفْطَرُوا )  أَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي "الْأَوْسَطِ" بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ وَهُوَ فِي مُرْسَلِ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عِنْدَ الْبَيْهَقِيِّ مُخْتَصَر*

_Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sebaik-baik umatku adalah mereka yang bila berbuat kesalahan memohon ampunan dan bila bepergian mengqashar sholat dan membatalkan puasa." Dikeluarkan oleh Thabrani dalam Ausath dengan sanad yang lemah. Hadits tersebut juga terdapat dalam Mursal Said Ibnu al-Musayyab dengan ringkas._

*FIQH HADITS :*

1. Mengqasar sholat dan berbuka puasa ketika dalam perjalanan lebih baik bagi orang yang musafir daripada mengerjakan sholat dengan sempurna dan berpuasa.

2. Menghapus dosa dengan cara banyak membaca istighfar. Allah (s.w.t) berfirman:

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ (١٣٥)

“Dan (juga) orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka mengingat Allah, lalu memohon ampun di atas dosa-dosa mereka,
dan siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari Allah?...” (Surah Ali ‘Imran: 135)

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar