Minggu, 20 Oktober 2019

file

https://drive.google.com/file/d/1sbva1nmdEADuuInvOuQnkXVc37eUlAzV/view?usp=sharing

Rabu, 28 Agustus 2019

لات

[12/8 06:47] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*KITAB JANAZAH*_

*HADITS KE 108 :*

*عن أبي هريرة رضي الله عنه  في قصة المرأة التي كانت تقم المسجد، قال فسأل عنها النبي صلى الله عليه وسلم فقالوا : ماتت فقال أفلا كنتم أذنتموني؟ فكأنهم صغروا أمرها، فقال دلوني على قبرها، فدلوا فصلى عليها. متفق عليه. وزاد مسلم ثم قال : أن هذه القبور مملوءة ظلمة على أهلها، وإن الله ينورها لهم بصلاتي عليهم*

Daripada Abu Hurairah (r.a) menceritakan seorang wanita yang bertugas
membersihkan masjid, lalu Nabi (s.a.w) menanyakan dirinya (karena sudah lama
tidak melihatnya: Mereka (para sahabat) menjawab: “Dia telah meninggal dunia.”
Mendengar itu, Nabi (s.a.w) bersabda: “Mengapa kamu tidak memberitahunya
kepadaku?” Mereka selama ini seakan-akan tidak menganggap penting wanita yang bertugas menyapu masjid itu, lalu Nabi (s.a.w) bersabda: “Tunjukkan kuburannya kepadaku di mana kuburnya.” Kemudian mereka menunjukkan kuburannya kepada Nabi (s.a.w) lalu baginda menyembahyangkannya di atas kuburannya itu.” (Muttafaq ‘alaih).

Muslim menambahkan bahwa setelah itu Nabi (s.a.w) bersabda:

“Sesungguhnya kegelapan menyelimuti penghuni kuburan ini dan sesungguhnya
Allah memberikan cahaya kepada penghuni kuburan ini berkat sholatku ke atas mereka.”

*MAKNA HADITS :*

```Inilah sikap rendah hati yang amat terpuji dan etika mulia yang diajarkan oleh Rasulullah (s.a.w) kepada para sahabatnya ketika baginda bertanya tentang pembantu wanita masjid. Baginda merasa sudah lama tidak melihat wanita itu meskipun dia tidak menjadi pembantu Nabi (s.a.w) secara peribadi, melainkan
bertugas menjaga kebersihan masjid. Adakalanya rekan-rekan yang sebaya
dengannya menganggap tugasnya sebagai sesuatu yang remih dan tidak berharga, namun menurut Nabi (s.a.w), tugasan itu mempunyai kedudukan yang mulia.

Sungguh suatu pelajaran besar yang diajarkan oleh Rasulullah (s.a.w) kepada
para sahabatnya ketika baginda mengetahui bahwa mereka mengkebumikannya tanpa memberitahu terlebih dahulu kematiannya kepada baginda, sekalipun mereka pada hakikatnya tidak ingin menyibukkan Nabi (s.a.w) hanya kareqna seorang tukang sapu masjid meninggal dunia. Rasulullah (s.a.w) menegur mereka melalui sabdanya: “Tidak baik sikap seperti itu dilakukan oleh kamu. Jangan
sekali-kali kamu mengulangi perbuatan yang sama. Mulai sekarang aku harus
mengetahui setiap orang yang meninggal dunia diantara kamu tanpa melihat
siapa itu orangnya selagi aku masih hidup1 di tengah-tengah kamu.”
Betapa kasih sayangnya engkau kepada umatmu, wahai Rasulullah. Betapa
indahnya sopan santunmu kepada mereka. Perasaan sayangmu kepada kaum fakir miskin demikian kuat, semoga Allah membalasmu dengan imbalan yang
setimpal.

Dari kisah ini nampak jelas satu fenomena yang menunjukkan betapa kasih sayang Nabi (s.a.w), karena baginda sudi melakukan sholat jenazah di atas kubur
tukang sapu tersebut sesudah disholatkan oleh orang lain. Dengan demikian, ini
merupakan cahaya di atas cahaya. Sholat untuk mayat merupakan syafaat dan do'a
baginya, dan do'a Nabi (s.a.w) tidak ditolak. Wanita hitam ini ternyata beruntung memperoleh derajat yang paling tinggi sebagai satu kemuliaan baginya berkat amal kebaikan yang selama dia lakukan ketika berkhidmat menjadi tukang sapu
masjid.```

*FIQH HADITS :*

1. Rasulullah (s.a.w) adalah seorang yang bersifat rendah hati.

2. Rasulullah (s.a.w) senantiasa ingin menaikkan derajat umatnya, mencari
tau keadaan mereka, menunaikan hak-hak mereka dan mengutamakan
kemaslahatan mereka.

3. Membalas dengan do'a dan kasih sayang terhadap orang yang pernah
mengabdikan dirinya untuk kepentingan dan kemaslahatan kaum
muslimin.

4. Mengurus masjid dan membersihkannya.

5. Disyariatkan memberitahu kematian kepada orang banyak.

6. Galakkan menyaksikan jenazah orang sholeh.

7. Allah menyinari kuburan karena sholat Nabi (s.a.w) bagi para penghuninya,
namun tidak bermaksud meniadakan syariat mengerjakan sholat
jenazah di atas kuburan bagi orang selain baginda. Ulama berselisih pendapat syariat sholat jenazah di atas kuburan bagi orang yang belum menyembahyangkan jenazah sebelumnya. Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad mengakui bahwa disyariatkan sholat jenazah di atas kuburan bagi orang yang belum menyembahyangkan jenazah sebelumnya. Namun kedua ulama berselisih pendapat mengenai batasan waktu yang
dibolehkan menyembahyangkannya di atas kuburan. Imam al-Syafi’i
berkata: “Batasan maksimum adalah hingga satu bulan, karena Nabi
(s.a.w) menyembahyangkan Ummu Sa’ad ibn Ubadah sesudah satu bulan
dikebumikan. Imam Ahmad berkata: Batas maksimum ialah selagi tubuh
mayat masih belum hancur. Apabila tubuhnya telah hancur, maka tidak
boleh lagi mengerjakan sholat di atas kuburnya.” Tetapi Imam Ahmad
mempunyai pendapat yang lain yang mengatakan tidak ada batasan waktu
tertentu untuk mengerjakan sholat jenazah, karena tujuan sholat jenazah ialah mendo'akan mayat dan ini boleh dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Mazhab
Hanafi mengatakan bahwa mengkebumikan mayat yang dilakukan tanpa sholat jenazah hendaklah disembahyangkan selagi diyakini jenazahnya masih belum hancur, namun jika jenazahnya telah hancur, maka tidak perlu lagi disembahyangkan. Mazhab Maliki mengatakan bahwa barang siapa
yang dikebumikan tanpa disholatkan terlebih dahulu, maka jenazahnya
dikeluarkan semula, lalu disholatkan jika tidak dikawatirkan telah berubah.
Tapi jika diyakini telah berubah, maka disholatkan di atas kuburnya. Hal
ini wajib selagi diyakini bahwa jenazahnya belum lagi hancur. Bagi mayat yang telah disholatkan, makruh melakukan sholat jenazah di atas kuburnya.
Mereka memberikan jawapan mengenai hadis ini bahwa masalah ini
bersifat pesan tertentu dan tidak boleh diperlakukan secara umum. Dengan
kata lain, menyembahyangkan jenazah wanita di atas kubur sebagaimana
yang telah dilakukan oleh Rasulullah (s.a.w) merupakan satu keistimewaan
tersendiri baginya.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[13/8 06:17] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*KITAB JANAZAH*_

*HADITS KE 109 :*

*عن خذيفة رضي الله عنهأن النبي صلى الله عليه وسلم كان ينهى عن النعي. رواه أحمد والترمذي وحسنه*

_Dari Hudzaifah (r.a) bahwa Nabi (s.a.w) melarang dari melakukan al-na’yu (meratap dengan cara Jahiliah). (Diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Tirmizi
yang menilainya sebagai hasan)._

*MAKNA HADITS :*

```Al-Na’yu ialah memberitahu kematian seseorang dan untuk menyampaikan berita kematian ada beberapa cara. Pertama, memberitahu kepada keluarga si mayat, rekan-rekannya, orang sholeh dan  tetangga. Ini termasuk amalan Sunnah
mengingat si mayat harus dihadiri oleh jemaah yang akan memandikan,
menyembahyangkan dan mengkebumikannya yang semua itu merupakan fardu kifayah dan harus dilakukan.

Kedua, mengajak orang banyak untuk tujuan membanggakan diri. Cara ini
dimakruhkan kecuali bertujuan untuk memperbanyakkan pahala dan syafa’at dengan banyaknya orang yang menyembahyangkan si mayat.

Ketiga, memberitahu dengan cara niyahah dan menangis yang disertai dengan
jeritan pada setiap pintu rumah, di pasar dan di atas mimbar. Ada pula dengan
mengirimkan seseorang untuk berkeliling ke seluruh kabilah sebagaimana yang
dilakukan oleh orang Arab pada zaman Jahiliyah. Cara inilah yang dilarang oleh
Nabi (s.a.w) dalam hadis ini, karena baginda tidak suka meniru perbuatan mereka.

Ini dikuatkan oleh sabda Nabi (s.a.w) dalam hadis yang lain:

إياكم والنعي فإن النعي من أعمال الجاهلية

“Janganlah kamu melakukan na’yu, karena sesungguhnya na’yu termasuk perbuatan
Jahiliah.”

Adapun pemberitahuan secara mutlak tanpa disertai niyahah dan berbangga-
bangga, maka itu diperbolehkan dengan berdalilkan sabda Nabi (s.a.w): “Mengapa kamu tidak memberitahukannya kepadaku?” sebagimana dalam kisah kematian seorang wanita yang bekerja membersihkan masjid sebelum ini.```

*FIQH HADITS :*

1. Larangan melakukan perbuatan yang dahulu biasa dikerjakan oleh
masyarakat Jahiliah apabila ada orang yang dihormati di kalangan mereka
meninggal dunia atau mati dibunuh.

2. Disyariatkan memberitahu kematian seseorang agar seluruh keluarganya
berkumpul, begitu pula teman-teman si mayat dan orang soleh.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[15/8 06:46] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*KITAB JANAZAH*_

*HADITS KE 110 :*

*عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم نعى النجاشي في اليوم الذي مات فيه، وخرج بهم إلى المصلى، فصف بهم وكبر عليه أربعا. متفق عليه*

Dari Abu Hurairah (r.a) bahwa Nabi (s.a.w) pernah mengumumkan berita tentang kematian al-Najasyi pada hari kematiannya, lalu baginda keluar
bersama mereka menuju tempat sholat dan membariskan mereka menjadi bershaf- shaf. Nabi (s.a.w) melakukan empat kali takbir untuk al-Najasyi. (Muttafaq ‘alaih)

*MAKNA HADITS :*

```Oleh karena makna dzahir hadis yang pertama menunjukkan larangan melakukan na’yu secara mutlak, maka Ibn Hajar mengiringinya dengan hadis Abu Hurairah yang bertujuan mengecualikannya sekaligus menjelaskan bahwa melakukan na’yu tidak dilarang apabila hanya sekedar memberitahu kematian seseorang tanpa disertai niyahah (tangisan ala Jahiliah dan juga tidak bertujuan membanggakan
diri). Nabi (s.a.w) melakukan sholat jenazah untuk ahli Badar dengan enam kali takbir, lima kali takbir untuk sahabat yang lain, dan empat kali takbir untuk orang
selain mereka. Ketika Raja al-Najasyi meninggal dunia, baginda mengerjakan sholat jenazah untuknya sebanyak empat kali takbir, kemudian sholat jenazah ditetapkan menjadi empat kali takbir hingga baginda wafat.

Rasulullah (s.a.w) menyukai apabila bilangan orang yang sholat jenazah
diperbanyak, agar permohonan ampun bagi si mayat bertambah, begitu pula do'a
untuknya.```

*FIQH HADITS :*

1. Boleh memberitahu kematian seseorang agar jenazahnya segera
dilawat dan segala sesuatunya segera dipersiapkan dengan cepat,
menyembahyangkannya, berdo'a untuknya, dan memohonkan ampunan baginya. Hal ini tidak termasuk cara na’yu yang dilarang.

2. Boleh melakukan sholat ghaib ke atas kematian seseorang yang berada
di negeri yang berjauhan menurut pendapat Imam al-Syafi’i dan Imam
Ahmad. Tetapi Imam Malik dan Imam Abu Hanifah melarang dari melakukan sholat ghaib; mereka mengatakan bahwa sesungguhnya sholat untuk Raja al-Najasyi merupakan suatu keistimewaan baginya.

3. Salah satu mukjizat Rasulullah (s.a.w) ialah baginda memberitahu kematian
Raja al-Najasyi tepat pada hari kematiannya kepada orang banyak, padahal jarak antara kota Madinah dengan negeri Habsyah sangatlah jauh.

4. Keutamaan Raja al-Najasyi bertambah.

5. Takbir sholat jenazah berjumlah empat kali. Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad
berkata: “Disyariatkan mengangkat kedua tangan pada setiap kali bertakbir.” Imam Abu Hanifah dan pendapat yang masyhur di kalangan mazhab Maliki mengatakan bahwa tidak ada mengangkat tangan setiap kali bertakbir, kecuali takbir pertama saja.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[16/8 09:09] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*KITAB JANAZAH*_

*HADITS KE 111 :*

*عن ابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم يقول: ما من رجل مسلم يموت، فيقوم على جنازته أربعون رجلا، لا يشركون بالله شيئا إلا شفعهم الله فيه. رواه مسلم*

Dari Ibnu Abbas (r.a) bahwa saya pernah mendengar Rasulullah (s.a.w) bersabda: “Tidaklah sekali-kali ada seorang muslim meninggal dunia, lalu jenazahnya disholatkan oleh empat puluh orang lelaki yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, kecuali Allah memberikan syafaat kepada mereka untuk si mayit.” (Diriwayatkan oleh Muslim)

*MAKNA HADITS :*

```Antara rahmat Allah (s.w.t) kepada hamba-Nya ialah diterima-Nya syafaat saudara-saudara si mayat yang menyembahyangkannya, karena rahasia sholat jenazah untuk mayit ialah memohonkan syafaat untuknya. Jika orang yang melakukan sholat
itu banyak, maka syafaat yang diinginkan diterima oleh Allah. Telah disebutkan
di dalam beberapa hadis yang mengkhususkan jumlah orang yang melakukan sholat jenazah sehingga syafaatnya dapat diterima, misalnya empat puluh orang lelaki, namun ada pula yang mengatakan bahwa jumlah mereka mestilah sebanyak seratus orang. Telah diketahui bahwa jumlah ini bukanlah batasan melainkan menganjurkan agar memperbanyak jumlah orang yang melakukan sholat jenazah.

Barangkali hadis tersebut sebagai jawaban terhadap pertanyaan yang menanyakan jumlahnya, sehingga muncullah jawaban seperti itu. Apapun, kesemua hadis itu boleh dapat diamalkan, sekalipun jumlah orang yang mengerjakan sholat jenazah itu sedikit dan syafaat mereka insya Allah dapat diterima di sisi Allah sebagai wujud dari karunia-Nya.```

*FIQH HADITS :*

1. Keutamaan memperbanyak jamaah ketika mengerjakan sholat jenazah.

2. Syafaat orang yang beriman bermanfaat dan diterima di sisi Allah.

3. Menjelaskan betapa berlimpah rahmat Allah ketika dengan syafaat itu
diterima di sisi-Nya.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[17/8 07:03] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*KITAB JANAZAH*_

*HADITS KE 112 :*

*عن سمرة بن جندب رضي الله عنه قال : صليت وراء رسول الله صلى الله عليه وسلم على امرأة ماتت في نفاسها، فقام وسطها. متفق عليه.*

Dari Samurah ibn Jundub (r.a), beliau berkata: “Aku pernah mengerjakan
sholat jenazah di belakang Nabi (s.a.w) untuk seorang wanita yang meninggal dunia karena melahirkan. Baginda berdiri di tengah-tengah (tubuh) nya.” (Muttafaq
‘alaih)

*MAKNA HADITS :*

```Ulama telah bersepakat membolehkan imam berdiri di dekat mayit ketika
melakukan sholat jenazah di bagian manapun yang disukainya. Tetapi mereka
berselisih pendapat tentang tempat berdiri yang paling afdal bagi imam. Hadis ini
menunjukkan adanya perbedaan antara jenazah lelaki dengan jenazah perempuan.

Jika jenazah tersebut adalah seorang perempuan, maka apa yang lebih afdhal
hendaklah imam berdiri di bagian tengahnya. Jika jenazahnya lelaki, maka apa yang lebih afdhal adalah berdiri di dekat kepala. Apa yang diwajibkan ialah
menghadap ke posisi manapun anggota si mayit, baik mayat itu lelaki maupun mayat perempuan.```

*FIQH HADITS :*

1. Disyariatkan melakukan sholat jenazah ke atas mayit wanita, baik meninggal dunia karena melahirkan anak, pendarahan ketika haid ataupun sebab-sebab yang lain.

2. Imam berdiri di bagian tengah jenazah wanita. Tetapi apabila jenazahnya
itu laki-laki, maka imam berdiri di dekat kepalanya. Imam al-Syafi’I, Imam
Ahmad dan Abu Yusuf berkata: “Imam dan makmum disunatkan berdiri
di dekat dubur jenazah wanita. Jika jenazahnya itu laki-laki, hendaklah
berdiri di dekat kepalanya agar tidak memandang ke arah kemaluannya,
lain halnya dengan jenazah wanita yang biasanya diletakkan di dalam
keranda. Maksud “imam berdiri di bagian tengahnya” ialah untuk menutupi jenazah dari penglihatan orang banyak. Menurut pendapat yang masyhur di kalangan mazhab Hanafi, hendaklah imam berdiri sejajar dengan dada mayat baik mayat laki-laki maupun mayat perempuan. Imam Malik berkata: “Jika mayat itu laki-laki, maka imam berdiri di bagian tengahnya. Jika mayat itu perempuan, maka imam berdiri di dekat kedua bahunya.”

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[19/8 07:30] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*KITAB JANAZAH*_

*HADITS KE 113 :*

*عن عائشة رضي الله عنها قالت : والله لقد صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم على ابني بيضاء في المسجد. رواه مسلم.*

Dari Aisyah (r.a), beliau berkata: “Demi Allah, sesungguhnya Rasulullah
(s.a.w) pernah menyembahyangkan jenazah kedua anak laki-laki Baidha’ di
dalam masjid.” (Diriwayatkan oleh Muslim)

*MAKNA HADITS :*

```Ketika Sa’ad ibn Abu Waqqash meninggal dunia, semua isteri Nabi (s.a.w) mengirimkan utusan meminta agar orang'orang membawa jenazah Sa’ad melewati masjid supaya mereka dapat turut serta menyembahyangkannya. Akhirnya orang-orang pun memenuhi permintaan mereka lalu jenazah Sa’ad dihentikan di hadapan rumah-rumah mereka, lalu mereka menyembahyangkannya. Sesudah itu jenazah Sa’ad dikeluarkan melalui pintu al-Jana’iz, lalu tersiarlah berita bahwa banyak orang mencela perbuatan istri-istri Nabi dan mereka mengatakan bahwa tidak
patut jenazah dimasukkan ke dalam masjid. Keadaan itu kemudian terdengar oleh Aisyah (r.a) lalu beliau berkata: “Banyak orang terlalu terburu-buru mencela suatu perbuatan, padahal mereka tidak mempunyai pengetahuan apapun mengenainya. Mereka mencela kami yang meminta agar iringan jenazah melewati masjid. Saya bersumpah bahwa Rasulullah (s.a.w) pernah melakukan sholat jenazah untuk kedua anak Baidha’ di dalam masjid.”```

*FIQH HADITS :*

1. Boleh bersumpah tanpa diminta untuk mengukuhkan perkara yang telah
terjadi.

2. Menurut Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad, boleh melakukan sholat jenazah
di dalam masjid. Tetapi menurut pendapat yang masyhur dari Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, itu dimakruhkan. Kedua ulama ini melandaskan pendapatnya dengan hadis Abu Hurairah (r.a) berikut:

من صلى على جنازة في المسجد فلا شيء له

“Barang siapa yang menyembahyangkan jenazah di dalam masjid, maka dia tidak
memperoleh ganjaran pahala.”

Tetapi sanad hadis ini dha’if mengingat di dalamnya terdapat Shalih, pembantu al-Taw’amah, seperti yang ditegaskan oleh Imam Ahmad. Umar pernah menyembahyangkan jenazah Abu Bakar di dalam masjid. Begitu pula Shuhaib, beliau pernah menyembahyangkan jenazah ‘Umar di dalam masjid.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[21/8 06:59] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*KITAB JANAZAH*_

*HADITS KE 114 :*

* عن عبد الرحمن بن أبي ليلى رضي الله عنه قال : كان زيدُ بنُ أرقمَ يُكبِّرُ على جنائزِنا أربعًا وإنه كبر على جنازة خمسًا، فسأَلْناه فقال: كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يكبرها. رواه مسلم والاربعة.*

Dari Abdul Rahman ibn Abu Laila (r.a), beliau berkata: “Zaid ibn Arqam
melakukan empat kali takbir ketika menyembahyangkan jenazah kami. Pada suatu ketika, beliau melakukan lima kali takbir ketika mengerjakan sholat jenazah, lalu aku bertanya kepadanya (mengenai hal itu), kemudian beliau berkata: “Dahulu
Rasulullah (s.a.w) pernah melakukannya.”
(Diriwayatkan oleh Muslim dan al-
Arba’ah)

*HADITS KE 115 :*

*عن علي رضي الله عنه أنه كبر على سهل بن حنيف ستا. قال إنه بدري. رواه سعيد ابن منصور وأصله في البخاري*

Dari Ali (r.a) bahwa beliau pernah bertakbir sebanyak enam kali untuk menyembahyangkan jenazah Sahl ibn Hunaif. Beliau mengatakan bahwa
sesungguhnya Sahl ibn Hunaif seorang ahli Badar. (Diriwayatkan oleh Sa’id ibn
Manshur dan asal hadis berada pada al-Bukhari)

*MAKNA HADITS :*

```Para sahabat melakukan takbir sholat jenazah pada zaman Rasulullah (s.a.w), ada yang empat kali, lima kali dan ada pula yang enam serta tujuh kali. Kemudian
Khalifah Umar (r.a) mengumpulkan seluruh sahabat Rasulullah (s.a.w), setiap
mereka memberitahu jumlah takbir sesuai dengan apa yang pernah mereka lihat.
Lalu Khalifah ‘Umar (r.a) menghimpun pendapat-pendapat itu, hingga terjadilah
kesepakatan untuk melakukan empat kali takbir dalam sholat jenazah.

Sesudah Raja al-Najasyi meninggal dunia, Rasulullah (s.a.w) melakukan sholat je nazah dengan empat kali takbir, lalu ditetapkan seterusnya menjadi empat
kali takbir hingga Allah (s.w.t) mewafatkannya. Akan tetapi, Khalifah ‘Umar (r.a) dan orang yang bersamanya masih belum mengetahui bahwa takbir itu telah ditetapkan menjadi empat kali, hingga Khalifah ‘Umar (r.a) mengumpulkan mereka dan bermusyawarah memecahkan masalah ini.

*FIQH HADITS :*

Jumhur ulama bersepakat bahwa takbir sholah jenazah adalah empat kali.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[22/8 07:55] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*KITAB JANAZAH*_

*HADITS KE 116 :*

* عن جابر  رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يكبر على جنائزنا أربعا ويقرأ بفاتحة الكتاب في التكبيرة الأولى . رواه الشافعي بإسناد ضعيف.*

Dari Jabir (r.a), beliau berkata: “Rasulullah (s.a.w) bertakbir untuk jenazah
kami sebanyak empat kali dan pada takbir yang pertama baginda membaca Surah
al-Fatihah.” (Diriwayatkan oleh al-Syafi’i dengan sanad berkedudukan dha’if)

*HADITS KE 117 :*

*عن طلحة ابن عبد الله ابن عوف رضي الله عنه قال صليت خلف ابن عباس على جنازة فقرأ فاتحة الكتاب فقال لتعلموا أنها سنة. رواه البخاري والنسائي*

Dari Talhah ibn Abdullah ibn Auf (r.a), beliau berkata: “Saya pernah
melakukan sholat jenazah di belakang Ibn Abbas, lalu beliau membaca Surah al-
Fatihah dan berkata: “Ketahuilah bahwa bacaan al-Fatihah ini Sunnah (tuntunan
Nabi (s.a.w).” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari)

*MAKNA HADITS :*

```Ulama berselisih pendapat mengenai hukum disyariatkan bacaan al-Fatihah dalam sholat jenazah. Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad, mengatakan bahwa membaca Surah al-Fatihah sesudah takbir pertama adalah wajib. Mereka beralasan bahwa sholat jenazah termasuk salah satu sholat, sedangkan Rasulullah (s.a.w) pernah bersabda:

لا صلاة إلا بفاتحة الكتاب

“Tidak ada sholat kecuali dengan Fatihah al-Kitab.”

Dengan demikian, sholat jenazah termasuk ke dalam pengertian umum hadis ini. Selain itu, ia turut berlandaskan kepada hadits di atas yang mengatakan bahwa bacaan al-Fatihah ini adalah Sunnah atau termasuk Sunnah. Menurut riwayat lain disebutkan haq, yaitu suatu ketetapan. Ini mengukuhkan lagi bahwa membaca al-Fatihah adalah wajib, karena Sunnah adalah kebiasaan yang dilakukan oleh Nabi (s.a.w) atau tuntunan Nabi (s.a.w), sementara pengertian haq adalah sesuatu yang telah ditetapkan.
Imam Malik dan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa di dalam sholat
jenazah tidak ada bacaan al-Qur’an, karena tujuan utamanya adalah mendo'akan
si mayat. Mereka melandaskan pendapatnya dengan perkataan Ibn Mas’ud (r.a): “Rasulullah (s.a.w) tidak menetapkan suatu bacaan apa pun dalam sholat jenazah kepada kami.”

Apapun, pendapat kedua imam yang pertama lebih baik untuk dijadikan pegangan.

*FIQH HADITS :*

Disyariatkan membaca Surah al-Fatihah ketika mengerjakan sholat jenazah.
Sehubungan ini, ulama berbeda pendapat. Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad
mengatakan bahwa membaca Surah al-Fatihah ketika mengerjakan sholat jenazah adalah wajib. Sedangkan menurut mazhab Maliki, membaca Surah al-Fatihah
dalam sholat jenazah adalah makruh.
Mazhab Hanafi mengatakan bahwa tidak ada bacaan Surah al-Fatihah
dalam sholat jenazah. Antara yang mensyariatkan membaca Surah al-Fatihah dalam mengerjakan sholat jenazah adalah Ibnu Mas’ud, al-Hasan ibn Ali dan Ibn
Umar. Manakala antara yang tidak mensyariatkannya adalah Ibn ‘Umar dan Abu Hurairah. Kebanyakan ulama mengatakan bahwa Surah al-Fatihah dibaca dengan suara yang tidak kuat dan mereka bersepakat untuk tidak membaca satu surah pun sesudah membaca Surah al-Fatihah.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[25/8 07:57] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*KITAB JANAZAH*_

*HADITS KE 118 :*

*عن عوف بن مالك رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ قال: صلى رَسُول اللَّهِ ﷺ على جنازة فحفظت من دعائه وهو يقول: اللهم اغفر له وارحمه، وعافه واعف عنه، وأكرم نزله ووسع مدخله، واغسله بالماء والثلج والبرد، ونقه من الخطايا كما نقيت الثوب الأبيض من الدنس، وأبد له داراً خيراً من داره، وأهلاً خيراً من أهله، وأدخله الجنة، وقه فتنة القبر وعذاب النار. رَوَاهُ مُسلِمٌ.

Dari Auf ibn Malik (r.a), beliau berkata: “Rasulullah (s.a.w) telah
menyembahyangkan jenazah dan aku telah menghafal do'a yang telah dibaca
baginda itu:

اللهم اغفر له وارحمه، وعافه واعف عنه، وأكرم نزله ووسع مدخله، واغسله بالماء والثلج والبرد، ونقه من الخطايا كما نقيت الثوب الأبيض من الدنس، وأبد له داراً خيراً من داره، وأهلاً خيراً من أهله، وأدخله الجنة، وقه فتنة القبر وعذاب النار

“Ya Allah, ampunilah dia dan berilah rahmat kepadanya. Selamatkanlah dirinya dan berilah pengampunan kepadanya, muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburnya, dan mandikanlah dia dengan air, salju dan embun. Bersihkanlah
dirinya dari dosa-dosa sebagaimana membersihkan baju putih dari kotoran, dan gantilah untuknya rumah yang lebih baik daripada rumahnya, dan keluarga
yang lebih baik daripada keluarganya. Dan masukkanlah dia ke dalam surga
serta peliharalah dirinya dari siksa kubur dan siksa neraka.” (Diriwayatkan
oleh Muslim)

*HADITS KE 119 :*

للَّهم اغفر لِحَيِّنَا وَميِّتِنا ، وَصَغيرنا وَكَبيرِنَا ، وذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا ، وشَاهِدِنا وَغائِبنَا . اللَّهُمَّ منْ أَحْيَيْتَه منَّا فأَحْيِه على الإسْلامِ ، وَمَنْ توَفَّيْتَه منَّا فَتَوَفَّهُ عَلى الإيمانِ ، اللَّهُمَّ لا تَحْرِمْنا أَجْرَهُ ، وَلا تَضلنا بَعْدَهُ » رواه مسلم والاربعة.

Dari Abu Hurairah (r.a), beliau berkata: “Jika Rasulullah (s.a.w)
menyembahyangkan jenazah, baginda berdo'a seraya mengatakan:

اللَّهُمَّ منْ أَحْيَيْتَه منَّا فأَحْيِه على الإسْلامِ ، وَمَنْ توَفَّيْتَه منَّا فَتَوَفَّهُ عَلى الإيمانِ ، اللَّهُمَّ لا تَحْرِمْنا أَجْرَهُ ، وَلا تَضلنا بَعْدَه
“Ya Allah, berikanlah ampunan bagi orang yang hidup di antara kami, orang yang
mati di antara kami, orang yang hadir di antara kami, orang yang tidak hadir di
antara kami, anak-anak dan orang tua di antara kami, lelaki dan perempuan
kami. Ya Allah, siapa yang Engkau karuniakan hidup di antara kami, maka
hidupkanlah dia dalam Islam dan siapa yang Engkau matikan di antara kami,
maka matikanlah dia dalam iman. Ya Allah, janganlah Engkau halangi kami untuk meraih pahala dan janganlah Engkau sesatkan kami sepeninggalannya.”
(Diriwayatkan oleh Muslim dan al-Arba’ah)

*MAKNA HADITS :*

```Topik kedua hadis ini sama, yaitu cara berdo'a untuk si mayat. Rasulullah
(s.a.w) menyuruh kita supaya ikhlas ketika mendo'akan mayat, karena orang
yang mengerjakan sholat jenazah adalah orang yang memohon syafaat, dan orang
yang memohon syafaat itu hendaklah ikhlas supaya do'anya dikabulkan. Tidak diragukan bahwa do'a yang pernah dibaca oleh Nabi (s.a.w) lebih afdal untuk
didahulukan, karena baginda dianugerahkan Jawami’ al-Kalim dan baginda adalah seorang yang paling mengetahui cara berdo'a.
Banyak hadis yang menceritakan do'a mayat ini dengan pelbagai bentuk
kalimat yang dimuatkannya. Ini menunjukkan bahwa masalah ini luas dan tidak ada batasan dengan do'a tertentu. Do'a-do'a tersebut diucapkan ketika mengerjakan sholat jenazah dengan suara yang tidak kuat. Do'a-do'a untuk mayat yang dinukil oleh para sanabat dari Nabi (s.a.w) dapat ditafsirkan bahwa sesekali Nabi (s.a.w) menguatkan suara bacaan do'a ketika mengerjakan sholat jenazah supaya didengar oleh makmum di belakang, meskipun tidak menutup kemungkinan mereka bertanya tentang apa yang dibaca oleh baginda dalam do'anya itu, lalu Nabi (s.a.w) memberitahu hal tersebut kepada mereka.```

*FIQH HADITS :*

1. Dalam sholat jenazah disyariatkan berdo'a untuk si mayat.

2. Disunatkan berdo'a dengan do'a-do'a yang terdapat di dalam hadis, karena
do'a-do'a tersebut lebih lebih afdal.

3. Menetapkan adanya siksa kubur dan siksa neraka.

4. Dianjurkan berdo'a dengan do'a yang memiliki makna yang menyeluruh.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[26/8 07:01] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*KITAB JANAZAH*_

*HADITS KE 120 :*

*وعنه أن النبي ﷺ قال : إذا صليت على الميت فأخلصوا عليه الدعاء. رواه أبو دود وصححه ابن حبان.*

Dari Abu Hurairah (r.a), bahwa Nabi (s.a.w) bersabda: “Jika kamu melakukan
sholat jenazah, maka ikhlaslah ketika kamu mendo'akan jenazah itu.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban)

*MAKNA HADITS :*

```Seseorang yang melakukan sholat jenazah adalah orang yang memohon syafaat untuk jenazah dan berharap semoga syafaatnya diterima untuk si mayat. Oleh itu, sudah sepatutnya dia bersungguh-sungguh ketika berdo'a dan ikhlas dalam melakukannya. Rasulullah (s.a.w) menyuruh kita untuk berbuat demikian melalui sabdanya: “Ikhlaslah kamu ketika mendo'akan jenazah itu.” Perintah yang terdapat di dalam hadis ini menunjukkan hukum sunnah.```

*FIQH HADITS :*

Dikehendaki ikhlas ketika mendo'akan mayat.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[27/8 07:53] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*KITAB JANAZAH*_

*HADITS KE 121 :*

*عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ، فَإِنْ تَكُ صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُونَهَا اليه وَإِنْ يكُ سِوَى ذَلِكَ فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ». متفق عليه.*

Dari Abu Hurairah (r.a) daripada Rasulullah (s.a.w), baginda bersabda:
“Bersegeralah kamu mengusung jenazah. Jika jenazah itu orang sholeh, berarti kamu telah melakukan kebaikan untuknya. Jika jenazah itu bukan orang soleh, bererti
kamu telah membuang keburukan dari bahu kamu.” (Mutafaq 'alaih)

*MAKNA HADITS :*

```Rasulullah (s.a.w) mengingatkan kaum muslimin apabila mayat telah diletakkan
di dalam keranda, lalu diusung oleh sekumpulan kaum lelaki, maka disunatkan bersegera membawanya ke liang lahad, karena apabila mayat itu orang sholeh,
sebaiknya disegerakan acara pengkebumiannya agar dia segera menjumpai pahala yang telah disediakan oleh Allah (s.w.t) untuknya.

Namun jika mayat itu bukan orang soleh, maka tidak ada untungnya melewatkan masa pengkebumiannya, karena berteman dengan orang jahat merupakan perbuatan tercela. Antara amalan kebaikan ialah menjauhi kejahatan dan oleh karenanya dianjurkan bersegera mengkebumikan jenazah yang tidak sholeh untuk membebaskan diri dari keburukannya. Melalui hadis ini Rasulullah
(s.a.w) seakan-akan membangkitkan dorongan untuk berbuat amal kebaikan
kepada orang lain, sekalipun mereka telah menjadi mayat di samping mendorong
mereka menjauhi kejahatan serta pelaku maksiat, sekalipun mereka telah menjadi
mayat```

*FIQH HADITS :*

1. Disunatkan bersegera membawa jenazah dengan langkah-langkah kaki
yang sederhana antara berjalan cepat dengan jalan lambat hingga tidak
menimbulkan mudharat pada mayat atau tidak menimbulkan kesusahan
bagi para pengiring dan orang yang mengusungnya. Jika terlalu cepat hingga menimbulkan perkara-perkara yang tidak diinginkan, maka hukumnya haram.

2. Disunatkan bersegera mengkebumikan mayat, kecuali orang yang mati itu menderita sakit jantung atau sakit lumpuh, lalu mati mendadak, maka kematiannya harus diperiksa terlebih dahulu oleh doktor dan menangguhkan pengkebumiannya.

3. Tidak boleh bergaul dengan orang jahat dan pelaku maksiat karena tidak ada kebaikannya bergaul dengan mereka.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[28/8 17:00] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*KITAB JANAZAH*_

*HADITS KE 122 :*

*عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله ﷺ : مَنْ شَهِدَ الْجِنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ عَلَيْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ ، وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيرَاطَانِ . قِيلَ : وَمَا الْقِيرَاطَانِ ؟ قَالَ : مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ .
وَلِمُسْلِمٍ : أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ. متفق عليه. ولمسلم حتى توضع فى اللحد.

وللبخاري : مَنْ تبعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا وَيَفْرُغَ مِنْ دَفْنِهَا فَإِنَّه يَرْجِعُ مِنْ الأَجْرِ بِقِيرَاطَيْنِ. كل قيراط مثل جبل أحد.

Dari Abu Hurairah (r.a), beliau berkata: Rasulullah (s.a.w) bersabda:
“Barang siapa yang menghadiri jenazah hingga menyembahyangkannya, maka baginya pahala satu qirath. Barang siapa yang menghadirinya hingga dikebumikan, maka baginya pahala dua qirath. Seorang sahabat bertanya: “Apakah maksud dua qirath itu?” Nabi (s.a.w)
menjawab: “Seperti dua buah bukit yang besar.” (Muttafaq ‘alaih) Menurut riwayat
Muslim disebutkan: “Hingga jenazah dimasukkan ke dalam liang lahad.”
Menurut riwayat al-Bukhari yang juga daripada Abu Hurairah (r.a) disebutkan:
“Barang siapa yang mengiringi jenazah seorang muslim berlandaskan iman dan mengharap pahala Allah, sedangkan dia selalu bersamanya hingga menyembahyangkannya dan selesai
mengikuti acara pengkebumiannya, maka sesungguhnya dia pulang dengan membawa pahala dua qirath; setiap satu qirath sama seperti bukit Uhud.”

*MAKNA HADITS :*

```Rasulullah (s.a.w) menganjurkan untuk menyelenggarakan jenazah dan
membantu keluarganya mengiringinya ke tempat pemakaman, mengusung,
menyembahyangkan dan mengkebumikannya. Oleh itu, baginda memberitakan bahwa barang siapa yang mengiringi jenazah setelah menyembahyangkannya,
maka baginya pahala satu qirath yang besar. Nabi (s.a.w) menggambarkan sesuatu yang abstrak ini dengan sesuatu yang nyata yang mereka kenal, yaitu Bukit Uhud. Bukit Uhud berada di dekat mereka dan bukit yang paling disukai oleh jiwa mereka yang beriman.

Pahala makin bertambah apabila seseorang mengiringi jenazah sesudah
menyembahyangkannya hingga jenazah dikebumikan. Pahala yang dijanjikan di dalam hadis ini tidak diperoleh kecuali oleh orang yang menghadiri,
menyembahyangkan dan mengkebumikan jenazah yang berlandaskan percaya
kepada janji Allah yang menganugerahkan ganjaran pahala untuknya di sisi-Nya.
Lain halnya dengan orang yang berbuat demikian karena ingin mengharapkan
imbalan upah semata-mata, atau riya dan menginginkan popularitas, maka dia tidak
memperoleh ganjaran pahala tersebut.```

*FIQH HADITS :*

1. Diwajibkan mengkafan, menyembahyangkan, dan mengiringinya hingga selesai dari penguburannya.

2. Adalah satu kemuliaan dan penghormatan bagi mayat karena orang yang menyelenggarakan jenazahnya memperoleh ganjaran pahala yang banyak.

3. Kemurahan Allah (s.w.t) dan penghormatan-Nya kepada si mayat karena orang yang memperlakukannya dengan baik diberi ganjaran pahala yang
berlimpah oleh-Nya.

4. Membuat perumpamaan dengan sesuatu yang nyata supaya mudah
difahami dan lebih berkesan di hati.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Minggu, 14 Juli 2019

Kajian Hadits IKABA Jilid II, 67-85

[8/6 00:20] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ISTISQA'*_

*HADITS KE 67 :*

*عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( خَرَجَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مُتَوَاضِعًا, مُتَبَذِّلًا, مُتَخَشِّعًا, مُتَرَسِّلًا, مُتَضَرِّعًا, فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ, كَمَا يُصَلِّي فِي اَلْعِيدِ, لَمْ يَخْطُبْ خُطْبَتَكُمْ هَذِهِ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَأَبُو عَوَانَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ*

_Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam keluar dengan rendah diri, berpakaian sederhana, khusyu', tenang, berdoa kepada Allah, lalu beliau sholat dua rakaat seperti pada sholat hari raya, beliau tidak berkhutbah seperti pada sholat hari raya, beliau tidak berkhutbah seperti khutbahmu ini. Riwayat Imam Lima dan dinilai shahih oleh Tirmidzi, Abu Awanah, dan Ibnu Hibban._

*MAKNA HADITS :*

```Istisqa’ adalah meminta hujan kepada Allah (s.w.t) apabila terjadi kekeringan.
Penyebab terjadinya kekeringan dan kemarau yang panjang itu adalah manusia tidak mau berzakat dan sering curang dalam melakukan timbangan serta ukuran mereka. jika itu sudah terjadi, maka tidak ada cara lain untuk menghilangkannya kecuali dengan memohon perlindungan kepada Allah melalui berdo'a dan bertadharru’ kepada-Nya.

Pernah ada suatu kaum mengadu kepada Nabi (s.a.w) tentang kemarau panjang yang menimpa negeri mereka, lalu baginda bersabda kepada mereka:
“Duduklah di atas lutut kamu lalu berdoalah: ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku’.” Kemudian disyariatkan sholat istisqa’.

Jika Nabi (s.a.w) menghadapi suatu masalah besar, baginda segera melakukan sholat. Baginda pernah melakukan sholat untuk memohon hujan sebanyak dua
rakaat seperti halnya baginda melakukan sholat hari raya sebagai satu syariat bagi
umatnya. Adakalanya baginda tidak melakukan sholat, tetapi cukup dengan berdo'a di dalam khutbah Jum'at atau dalam kesempatan-kesempatan yang lain. Ini untuk menjelaskan bahwa cara itu juga dibolehkan.

Sesudah melakukan sholat istisqa’, baginda selalu menyampaikan khutbah untuk memberikan nasehat serta berdo'a kepada Allah (s.w.t). Khatib dianjurkan menggunakan lafadz do'a yang pernah dibaca oleh Nabi (s.a.w) ketika
meminta turun hujan, karena dengan cara ini diharapkan apa yang dipintanya
itu segera dikabulkan. Tetapi ada sebagian ulama yang tidak berkhutbah
ketika mengerjakan sholat istisqa, dan mereka mentafsirkan semua riwayat yang menceritakan masalah khutbah ini sebagai do'a semata-mata.```

*FIQH HADITS :*

1. Disyariatkan mengerjakan sholat istisqa’. Cara mengerjakan sholat istisqa’
sama dengan mengerjakan sholat hari raya. Imam al-Syafi’i berkata: “Takbir
pada rakaat pertama dilakukan sebanyak tujuh kali selain takbiratul ihram,
sedangkan pada rakaat kedua dilakukan sebanyak lima kali selain takbir
berdiri. Imam Malik dan Imam Ahmad mengatakan bahwa tidak ada takbir
tambahan dalam sholat istisqa' dan mereka mentafsirkan hadis ini dengan
mengatakan bahwa maksud menyamakan sholat istisqa’ dengan sholat hari raya ialah dalam bilangan rakaat, bacaan mesti dibaca dengan suara kuat
dan sholat dilakukan sebelum menyampaikan khutbah. Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa sholat istisqa’ tidak disyariatkan, sebaliknya apa yang
disyariatkan adalah berdo'a memohon turun hujan.

2. Disyariatkan khutbah sesudah mengerjakan sholat. Jumhur ulama
mengatakan bahwa apa yang paling afdhal ialah mengakhirkan khutbah
sebagaimana dalam sholat hari raya. Namun jika khutbah didahulukan ke
atas sholat, maka khutbah dan sholat istisqa’ tetap dianggap sah.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[9/6 05:30] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ISTISQA'*_

*HADITS KE 68 :*

*وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( شَكَا اَلنَّاسُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قُحُوطَ الْمَطَرِ, فَأَمَرَ بِمِنْبَرٍ, فَوُضِعَ لَهُ فِي اَلْمُصَلَّى, وَوَعَدَ اَلنَّاسَ يَوْمًا يَخْرُجُونَ فِيهِ, فَخَرَجَ حِينَ بَدَا حَاجِبُ اَلشَّمْسِ, فَقَعَدَ عَلَى اَلْمِنْبَرِ, فَكَبَّرَ وَحَمِدَ اللَّهَ, ثُمَّ قَالَ: "إِنَّكُمْ شَكَوْتُمْ جَدَبَ دِيَارِكُمْ, وَقَدْ أَمَرَكُمْ اللَّهُ أَنْ تَدْعُوَهُ, وَوَعَدَكُمْ أَنْ يَسْتَجِيبَ لَكُمْ, ثُمَّ قَالَ: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ اَلْعَالَمِينَ, اَلرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ, لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ, اَللَّهُمَّ أَنْتَ اللَّهُ, لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ, أَنْتَ اَلْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ, أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ, وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ قُوَّةً وَبَلَاغًا إِلَى حِينٍ" ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ, فَلَمْ يَزَلْ حَتَّى رُئِيَ بَيَاضُ إِبِطَيْهِ, ثُمَّ حَوَّلَ إِلَى النَّاسِ ظَهْرَهُ, وَقَلَبَ رِدَاءَهُ, وَهُوَ رَافِعٌ يَدَيْهِ, ثُمَّ أَقْبِلَ عَلَى اَلنَّاسِ وَنَزَلَ, وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ, فَأَنْشَأَ اللَّهُ سَحَابَةً, فَرَعَدَتْ, وَبَرَقَتْ, ثُمَّ أَمْطَرَتْ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَقَالَ: "غَرِيبٌ, وَإِسْنَادُهُ جَيِّدٌ"*

*وَقِصَّةُ التَّحْوِيلِ فِي "الصَّحِيحِ" مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ، وَفِيهِ: ( فَتَوَجَّهَ إِلَى اَلْقِبْلَةِ, يَدْعُو, ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ, جَهَرَ فِيهِمَا بِالْقِرَاءَةِ )*

*وَلِلدَّارَقُطْنِيِّ مِنْ مُرْسَلِ أَبِي جَعْفَرٍ اَلْبَاقِرِ: وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ؛ لِيَتَحَوَّلَ الْقَحْطُ*

_Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu : Bahwa orang-orang mengadu kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang tidak turunnya hujan. Beliau menyuruh mengambil mimbar dan meletakkannya di tempat sholat, lalu beliau menetapkan hari dimana orang-orang harus keluar. Beliau keluar ketika mulai tampak sinar matahari. Beliau duduk di atas mimbar, bertakbir dan memuji Allah, kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya kalian telah mengadukan kekeringan negerimu padahal Allah telah memerintahkan kalian agar berdoa kepada-Nya dan Dia berjanji akan mengabulkan doamu. Lalu beliau berdoa, segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang merajai hari pembalasan, tidak ada Tuhan selain Allah yang melakukan apa yang Ia kehendaki, ya Allah Engkaulah Allah tidak ada Tuhan selain Engkau, Engkau Mahakaya dan kami orang-orang fakir, turunkanlah pada kami hujan, dan jadikan apa yang Engkau turunkan sebagai kekuatan dan bekal hingga suatu batas yang lama." Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya terus menerus hingga tampak warna putih kedua ketiaknya, lalu beliau masih membelakangi orang-orang dan membalikkan selendangnya dan beliau masih mengangkat kedua tangannya. Kemudian beliau menghadap orang-orang dan turun, lalu sholat dua rakaat. Lalu Allah mengumpulkan awan, kemudian terjadi guntur dan kilat, lalu turun hujan. Riwayat Abu Dawud. Dia berkata: Hadits ini gharib dan sanadnya baik._

_Mengenai kisah membalikkan selendang dalam shahih Bukhari dari hadits Abdullah Ibnu Zaid di dalamnya disebutkan: Lalu beliau menghadap kiblat dan berdoa, kemudian sholat dua rakaat dengan bacaan yang keras._

_Menurut riwayat Daruquthni dari hadits mursal Abu Ja'far al-Baqir: Beliau membalikkan selendang itu agar musim kemarau berganti (dengan musim hujan)._

*MAKNA HADITS :*

```Sholat istisqa’ terdiri dari dua khutbah, do'a, menghadap ke arah kiblat, dan membalikkan kain selendang. Pelaksanaan sholatnya sama dengan sholat hari raya, yaitu terdiri dari dua rakaat dan setelah imam memberitahunya kepada orang banyak, hari di mana mereka akan mengerjakan sholat istisqa’ dengan tujuan mereka bersiap sedia untuk bertaubat, bersedekah dan mengembalikan hak-hak milik
orang lain yang sebelum ini diambil dengan cara tidak betul.
Dua khutbah dilakukan sesudah mengerjakan sholat dan dimulai membaca istighfar disertai dengan do'a. Do'a dilakukan ketika menghadap ke arah kiblat pada akhir khutbah kedua. Hendaklah khatib berdo'a dengan bahasa yang dia inginkan, tetapi apa yang lebih utama ialah membaca do'a-do'a yang pernah diajarkan oleh Rasulullah (s.a.w), seperti yang tercantum di dalam hadits ini.
Manakala tahwil atau membalikkan kain selendang hendaklah dilakukan
ketika khatib hendak turun dari atas mimbar. Cara membalikkan kain selendang ialah dengan membalikkan bagian tepi selendang yang sebelah kanan ke arah kiri dan sebaliknya. Hikmah membalikkan kain selendang ini ialah mengandung harapan yang baik dan sebagai isyarat permohonan semoga keadaan berubah menjadi lebih
baik. Ini seakan-akan dikatakan kepadanya: “Balikkanlah kain selendangmu agar keadaanmu berubah menjadi lebih baik!” Membalikkan kain selendang ini sunat dan bukannya fardu.```

*FIQH HADITS :*

1. Merujuk kepada pemimpin ketika terjadi malapetaka.

2. Imam disyariatkan keluar dengan membawa semua anggota masyarakat
menuju padang untuk mengerjakan sholat istisqa’ dan menentukan harinya agar mereka bersiap sedia menyambutnya dengan terlebih dahulu membersihkan diri daripada perbuatan zalim dan dosa lain yang selama mereka lakukan, dan diharapkan mereka bertaubat terlebih dahulu.

3. Disunatkan keluar menuju tempat sholat istisqa’ pada permulaan siang
hari.

4. Disunatkan melakukan khutbah di tempat yang tinggi dan memulainya
dengan membaca takbir, pujian, dan apa-apa yang ada kaitannya dengan istisqa’.

5. Dalam khutbah sholat istisqa' dibolehkan mengulang-ulangi pujian.

6. Dianjurkan orang yang melakukan khutbah adalah orang yang dikenal
bersifat zuhud dan warak agar do'anya cepat dimakbulkan.

7. Imam disunatkan menghadap ke arah orang ramai ketika sedang
menyampaikan khutbah.

8. Disunatkan mengangkat kedua tangan setinggi yang mungkin ketika
berdo'a istisqa’ dengan menghadap ke arah kiblat. Adapun hadits yang
diriwayatkan dari Anas (r.a) yang menyatakan bahwa Nabi (s.a.w)
tidak pernah mengangkat kedua-dua tangannya ketika berdo'a kecuali
dalam do'a istisqa’, maka ini ditafsirkan bahwa apa yang dinafikan ialah
sifat kesungguhannya atau dengan kata lain tidak bersungguh-sungguh
mengangkat kedua tangannya. Ini karena telah disebutkan dalam beberapa
hadis yang menceritakan bahwa mengangkat kedua tangan ketika
berdo'a memang disyariatkan.

9. Imam boleh membalikkan tulang belakang ketika dia telah selesai berdo'a.

10. Disunatkan membalikkan kain selendang dengan niat ber-tafa’ul (beroptimis) agar keadaan dibalikkan menjadi lebih baik, menurut pendapat jumhur ulama. Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa tidak boleh membalikkan kain selendang. Hal ini merupakan satu riwayat yang bersumber daripada Abu Yusuf, salah seorang murid Imam Abu Hanifah. Ulama berselisih
pendapat mengenai cara membalikkannya. Mazbab Maliki dan mazhab Hambali mengatakan bahwa bagian tepi yang sebelah kanan dibalikkan ke arah kiri, dan yang sebelah kiri dibalikkan ke arah kanan. Hal yang
sama dikatakan pula oleh mazhab Imam al-Syafi’i. Mazhab Imam al-Syafii mengatakan bahwa itu dilakukan apabila kain selendangnya berbentuk bulat; jika kainnya berbentuk empat persegi panjang, maka cara membalikkannya ialah dengan menjadikan bagian atasnya ke arah bawah dan bagian bawahnya ke arah atas. Imam Muhammad dari mazhab Hanafi mengatakan bahwa imam membalikkan kain selendangnya dengan cara menjadikan bagian atasnya ke bagian bawah, sedangkan para makmum tidak dianjurkan berbuat demikian. Apabila kain selendangnya berbentuk bulat, maka bagian dalaman dikeluarkan, sedangkan bagian luar dimasukkan ke dalam.

11. Boleh melakukan khutbah sebelum sholat.

12. Disyariatkan menguatkan suara bacaan dalam sholat.

13. Khatib boleh tersenyum di atas mimbar karena kagum melihat banyak orang.

14. Menjelaskan kedudukan Rasulullah (s.a.w) yang mulia di sisi Allah, karena
do'anya dikabulkan dengan seketika.

15. Menjelaskan keadaan hadis dimana hadis ini boleh dijadikan sebagai
hujah.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[11/6 09:35] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ISTISQA'*_

*HADITS KE 69 :*

*وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه ( أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ يَوْمَ الجُمُعَةِ, وَالنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قَائِمٌ يَخْطُبُ. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ, هَلَكَتِ الأَمْوَالُ, وَانْقَطَعَتِ السُّبُلُ, فَادْعُ اللَّه] عَزَّ وَجَلَّ] يُغِيثُنَا, فَرَفَعَ يَدَيْهِ, ثُمَّ قَالَ: "اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا, اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا" )  فَذَكَرَ الحَدِيثَ، وَفِيهِ الدُّعَاءُ بِإِمْسَاكِهَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ*

_Dari Anas bahwa ada seorang laki-laki masuk ke masjid pada hari Jum'at di saat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdiri memberikan khutbah, lalu orang itu berkata: Ya Rasulullah, harta benda telah binasa, jalan-jalan putus, maka berdoalah kepada Allah agar Dia memberikan kita hujan. Lalu beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa: "Ya Allah turunkanlah hujan pada kami, ya Allah turunkanlah hujan kepada kami." Lalu dia meneruskan hadits itu dan didalamnya ada doa agar Allah menahan awan itu. Muttafaq Alaihi._

*MAKNA HADITS :*

```Kedudukan Nabi (s.a.w) di sisi Allah sangat tinggi dan do'anya senantiasa dimakbulkan. Sepanjang hidupnya, kedudukan baginda di hati umat manusia sangatlah mulia. Pada suatu hari ada seorang Arab badawi mengadu kepadanya tentang musim kemarau yang membinasakan harta (ternakan) mereka dan begitu pula anak-anak mereka hidup dalam kesengsaraan karena sumber kehidupan mereka terganggu.
Ketika itu Nabi (s.a.w) berada di atas mimbar sedang berkhutbah. Tetapi keadaan ini tidak mencegah baginda untuk mendengarkan aduan lelaki badawi itu. Baginda mendengarkan dan memenuhi permintaannya yang didorong oleh perasaan kasih sayang yang sememangnya tabiat semula jadinya, sehingga Nabi (s.a.w) segera berdo'a memohon kepada Allah. Allah mengabulkan do'anya dan ketika itu juga
turun hujan dengan lebatnya bagaikan dicurahkan dari atas langit secara berterusan tanpa henti selama satu minggu. Datang pula seorang lelaki badawi yang lain memohon agar hujan tersebut dihentikan karena kawatir akan menimbulkan kerusakan, banjir dan kemudaratan. Nabi (s.a.w) berdo'a agar hujan ditahan dan airnya dipindahkan ke bukit-bukit serta dataran-dataran yang tinggi. Dalam hal ini Nabi (s.a.w) tidak memohon agar hujan dihentikan demi melestarikan nikmat. Kisah ini termasuk salah satu bukti kenabiannya, kasih sayangnya kepada umat dan betapa perhatian kepada kemaslahatan umum, tetapi tanpa melupakan etika terhadap Allah Tuhan semesta alam.```

*FIQH HADITS :*

1. Boleh berbicara dengan imam ketika dia sedang berkhutbah apabila ada
keperluan penting, sebab khutbah tidak terputus karena adanya percakapan
yang penting diperlukan, misalnya menjawab pertanyaan seseorang.

2. Berdiri ketika berkhutbah.

3. Boleh bersuara keras di dalam masjid karena ada keperluan penting yang
mendorong untuk berbuat demikian.

4. Meminta dido'akan kepada orang alim dan orang sholeh ketika ditimpa
malapetaka dan mengulang-ulangi permintaan itu supaya dikabulkan.

5. Mengulang-ulangi do'a sebanyak tiga kali.

6. Memasukkan doa istisqa’ dan sholatnya di dalam khutbah Jum'at.

7. Tingginya kedudukan Rasulullah (s.a.w) di sisi Allah karena do'anya dikabulkan dengan seketika.

8. Kebijaksanaan Nabi (s.a.w) yang luar biasa karena baginda memenuhi
permintaan si penanya dengan perkara yang bakal mendatangkan
kemaslahatan.

9. Etika dalam berdo'a memandang Rasulullah (s.a.w) tidak berdo'a agar
hujan dihentikan secara mutlak, karena adanya kemungkinan bahwa kita masih memerlukannya. Oleh itu, dalam do'anya itu Nabi (s.a.w) mengecualikan jenis hujan yang dapat membuat mudarat (bahaya),
dan baginda meminta hujan yang membawa manfaat. Barang siapa yang telah dianugerahi suatu kenikmatan oleh Allah, maka tidak layak baginya membenci nikmat tersebut hanya karena suatu peristiwa yang menghambatnya, tetapi hendaklah dia meminta kepada Allah agar hambatan tersebut dilenyapkan dan nikmat tetap diturunkan.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[13/6 07:20] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ISTISQA'*_

*HADITS KE 70 :*

*وَعَنْ أَنَسٍ ( أَنَّ عُمَرَ رضي الله عنه كَانَ إِذَا قَحِطُوا يَسْتَسْقِي بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ. وَقَالَ: اَللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَسْتَسْقِي إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا, وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا، فَيُسْقَوْنَ )  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ*

_Dari Anas bahwa Umar Radliyallaahu 'anhu bila orang-orang ditimpa kemarau ia memohon hujan dengan tawasul (perantaraan Abbas Ibnu Abdul Mutholib. Ia berdoa: Ya Allah, sesungguhnya kami dahulu memohon hujan kepada-Mu dengan perantaraan Nabi kami, lalu Engkau beri kami hujan, dan sekarang kami bertawasul kepada-Mu dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan. Lalu diturunkan hujan kepada mereka. Riwayat Bukhari._

*MAKNA HADITS :*

```Pada masa Khalifah Umar ibn al-Khatthab (r.a), umat manusia pernah mengalami musim kemarau yang panjang pada tahun 18 Hijriah. Tahun tersebut dikenali dengan tahun al-Ramadah, hingga permukaan tanah nampak kering gersang
karena tidak ada hujan. Banyak orang mengadukan hal tersebut kepada Khalifah Umar, lalu beliau mengumpulkan semua sahabat Nabi (s.a.w). Orang yang mula-
mula dijemput hadir ialah al-Abbas ibn Abdul Mutthalib, bapak saudara Nabi (s.a.w), karena kedudukannya yang dihormati dan kedekatan pertalian kekerabatannya dengan Rasulullah (s.a.w). Kemudian Khalifah Umar bertawassul kepada Allah melalui bapak saudara Nabi (s.a.w) dengan harapan Dia menurunkan hujan kepada mereka. Lalu al-Abbas berdo'a, sedangkan orang yang berada di sekelilingnya mengaminkan do'anya.

Di dalam riwayat lain telah disebutkan bahwa al-Abbas (r.a) ber-tadharru’
memohon hujan kepada Allah pada hari itu. Beliau membaca doa berikut:

اللهم إنه لم ينزل بلاء إلا بذنب ولم يرفع إلا بتوبة. وهذه أيدينا إليك بالذنوب وتواصينا إليك بالتوبة فاسقنا الغيث.

“Ya Allah, sesungguhnya tidak ada malapetaka yang diturunkan melainkan karena perbuatan dosa, dan tidak ada cara lain yang mampu melenyapkannya melainkan dengan cara bertaubat. Sekarang inilah tangan-tangan kami menengadah kepada Engkau dengan
semua dosa kami, dan kami kembali kepada-Mu dengan bertaubat. Maka siramilah kami dengan hujan.”

Seketika itu juga langit menjadi mendung dan turunlah hujan dengan lebat
bagaikan dicurah dari atas langit, hingga bumi menjadi subur kembali dan
kehidupan umat manusia pun berjalan lancar.```

*FIQH HADITS :*

1. Meminta syafaat kepada Allah melalui orang sholeh dan orang alim serta
ahli bait Nabi (s.a.w).

2. Keutamaan al-Abbas (r.a) dan kedudukannya yang tinggi di sisi Allah
karena do'anya dikabulkan oleh Allah (s.w.t).

3. Keutamaan Umar (r.a) karena beliau bersikap rendah diri terhadap al-
Abbas dan mengetahui apa yang sepatutnya beliau lakukan.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[15/6 09:30] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ISTISQA'*_

*HADITS KE 71 :*

*وَعَنْ أَنَسٍ قَالَ: ( أَصَابَنَا -وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ- صلى الله عليه وسلم مَطَرٌ قَالَ: فَحَسَرَ ثَوْبَهُ, حَتَّى أَصَابَهُ مِنَ الْمَطَرِ, وَقَالَ: "إِنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ" )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ.*

_Dari dia Radliyallaahu 'anhu bahwa dia berkata: Kami bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah kehujanan, lalu beliau membuka bajunya sehingga badan beliau terkena hujan. Beliau bersabda: "Sesungguhnya hujan ini baru datang dari Tuhannya." Riwayat Muslim._

*MAKNA HADITS :*

```Barokah merupakan limpahan karunia ilahi yang diberikan kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan untuk tujuan yang Dia kehendaki pula. Allah (s.w.t)
menjadikan air hujan sebagai berkah seperti yang disebutkan di dalam firman-
Nya:

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ (٩)

“Dan Kami turunkan air dari langit yang banyak mengandung manfaat...” (Surah Qaf: 9)

Oleh kerana Allah (s.w.t) menjadikannya sebagai rahmat dan menciptakannya
dalam waktu yang singkat, maka disunahkan menyambut kedatangannya untuk mengambil berkah darinya. Dalam kaitan ini, Rasulullah (s.a.w) membuka sebagian pakaiannya agar sebagian tubuhnya terkena air hujan untuk menyambut berkah yang terdapat di dalamnya, hingga air hujan menites dari
janggutnya. Baginda bersabda:
“Sesungguhnya hujan ini baru saja diciptakan oleh Tuhannya.”```

*FIQH HADITS :*

1. Disunatkan membuka baju ketika hujan mulai turun agar memperoleh berkah.

2. Menegaskan bahwa air hujan mengandung berkah (manfaat).

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[18/6 06:53] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ISTISQA'*_

*HADITS KE 72 :*

*وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا; أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا رَأَى المَطَرَ قَالَ: ( اَللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا )  أَخْرَجَاهُ*

_Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila melihat hujan, beliau berdo'a: "Ya Allah curahkanlah hujan yang bermanfaat." Dikeluarkan oleh Bukhari-Muslim._

*MAKNA HADITS :*

```Nabi (s.a.w) amat pengasih lagi penyayang. Jika melihat hujan turun dengan lebat, baginda segera berdo'a kepada Allah memohon agar hujan tersebut dijadikan sebagai hujan yang bermanfaat dan kaum muslimin terhindar daripada hujan yang membahayakan seperti hujan yang menumbangkan pepohonan dan meruntuhkan
rumah-rumah. Oleh itu, Nabi (s.a.w) berdo'a: “Ya Allah, jadikanlah hujan ini hujan yang bermanfaat.” Oleh itu, do'a ini sunnah dibaca ketika hujan turun.```

*FIQH HADITS :*

Disunatkan berdo'a ketika hujan turun.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[21/6 06:50] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ISTISQA'*_

*HADITS KE 73 :*

*وَعَنْ سَعْدٍ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم دَعَا فِي اَلِاسْتِسْقَاءِ: ( اَللَّهُمَّ جَلِّلْنَا سَحَابًا, كَثِيفًا, قَصِيفًا, دَلُوقًا, ضَحُوكًا, تُمْطِرُنَا مِنْهُ رَذَاذًا, قِطْقِطًا, سَجْلًا, يَا ذَا الجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ )  رَوَاهُ أَبُو عَوَانَةَ فِي صَحِيحِهِ*

_Dari Sa'ad Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdoa sewaktu memohon hujan: "Ya Allah ratakanlah bagi kami awan yang tebal, berhalilintar, yang deras, berkilat, yang menghujani kami dengan rintik-rintik, butir-butir kecil yang banyak siramannya, wahai Dzat yang Maha Agung dan Mulia." Riwayat Abu Awanah dalam kitab shahihnya._

*MAKNA HADITS :*

```Nabi (s.a.w) dianugerahi jawami’ al-kalim dan semua do'a yang dibaca ketika
beristisqa' merupakan do'a yang paling fasih dari segi bahasa dan memiliki nilai
kesastraan yang paling tinggi. Di dalamnya terdapat ungkapan tadharru’, memohon kepada Allah agar rahmat-Nya tetap dilestarikan, sedangkan bahaya
yang terkandung di dalamnya dihilangkan. Ia turut memuatkan etika ketika
memohon kepada-Nya melalui sabdanya: “يا ذا الجلال والاكرام “ yang bermaksud:
(Wahai Tuhan yang memiliki kekayaan secara mutlak dan memiliki anugerah yang sempurna, lestarikanlah anugerah-Mu, dan lenyapkanlah malapetaka dari kami).

Pada suatu hari Nabi (s.a.w) bersua dengan seorang lelaki yang sedang berdo'a di dalam sholatnya seraya membaca: "يا ذا الجلال والاكرام"  “Wahai Tuhan Yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.” Mendengar itu, baginda bersabda kepada lelaki itu:
“Sungguhnya do'amu itu telah dikabulkan oleh Allah.”```

*FIQH HADITS :*

Disyariatkan membaca do'a istisqa’ dengan salah satu dari do'a-do'a yang
dinukil dari Rasulullah (s.a.w).

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[24/6 07:28] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ISTISQA'*_

*HADITS KE 74 :*

*وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( خَرَجَ سُلَيْمَانُ عَلَيْهِ السَّلَامُ يَسْتَسْقِي, فَرَأَى نَمْلَةً مُسْتَلْقِيَةً عَلَى ظَهْرِهَا رَافِعَةً قَوَائِمَهَا إِلَى السَّمَاءِ تَقُولُ: اَللَّهُمَّ إِنَّا خَلْقٌ مِنْ خَلْقِكَ, لَيْسَ بِنَا غِنًى عَنْ سُقْيَاكَ, فَقَالَ: ارْجِعُوا لَقَدْ سُقِيتُمْ بِدَعْوَةِ غَيْرِكُمْ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ*

_Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Nabi Sulaiman pernah keluar untuk memohon hujan, lalu beliau melihat seekor semut terlentang di atas punggungnya dengan kaki-kakinya terangkat ke langit seraya berkata: "Ya Allah kami adalah salah satu makhluk-Mu yang bukan tidak membutuhkan siraman airmu. Maka Nabi Sulaiman berkata: Pulanglah, kamu benar-benar akan diturunkan hujan karena doa makhluk selain kamu."_

*MAKNA HADITS :*

```Allah (s.w.t) menciptakan hewan dan binatang dengan membekalinya fitrah
untuk selalu memohon perlindungan kepada-Nya dan mereka tahu bahwa yang menciptakan mereka adalah Allah (s.w.t) Yang Maha Suci yang ada di atas Arasy-
Nya, sebagaimana yang dikehendaki-Nya tanpa ada yang dapat menggambarkan-Nya dan tanpa ada yang dapat menyerupakan-Nya. Allah (s.w.t) berfirman:

وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ (٤٤)

“… Dan tak ada suatu (makhluk) pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya...” (Surah al-Isra: 44)

Akan tetapi, ada sekumpulan hewan berwujud manusia menggambarkan Allah
yang menciptakan mereka dengan sifat-sifat makhluk. Mereka menggambarkan
pengertian fawqiyyah sebagai pengertian alam nyata yang memiliki batasan ruang
serta tempat tertentu. Pengertian seperti itu pada hakikatnya tidak memahami
hakikat Allah yang benar di samping keluar dari pemahaman yang benar dan menyimpang dari apa yang disifatkan oleh Allah (s.w.t) terhadap zat-Nya di dalam Kitab-Nya dan oleh Rasul-Nya. Tidak ada suatu nash pun yang menggambarkan Tuhan Yang Maha Pencipta dengan gambaran yang mempunyai batasan, arah dan rupa Allah (s.w.t) sebagaimana yang dijelaskan di dalam firman-Nya:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (١١)

“Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat...” (Surah al-Syura: 11)

Dalam ayat yang lain Allah (s.w.t) berfirman:

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ (٤)

“… Dan Dia bersama kamu di mana sahaja kamu berada...” (Surah al-Hadid: 4)

Dengan demikian, tidak ada ta’til (meniadakah sifat-sifat Allah), ta’wil, tasybihdan tamtsil melainkan kita menyifatkan Allah (s.w.t) sesuai dengan apa yang Dia sifatkan untuk zat-Nya dan sesuai dengan apa yang disifatkan oleh Rasul-Nya.```

*FIQH HADITS :*

1. Disyariatkan berangkat menuju lapangan untuk mengerjakan sholat istisqa’.

2. Istisqa' juga disyariatkan bagi umat-umat terdahulu.

3. Dianjurkan mengeluarkan semua hewan ternak ketika beristisqa’, karena hewan juga mempunyai tabiat yang berkaitan dengan pengetahuan mengenai Allah. Ia berzikir dan berdo'a kepada-Nya dengan
bahasanya sendiri yang hanya difahami oleh Allah (s.w.t), meskipun manusia tidak memahaminya.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[26/6 09:28] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHALAT ISTISQA'*_

*HADITS KE 75 :*

*وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه ( أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم اسْتَسْقَى فَأَشَارَ بِظَهْرِ كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ )  أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ*

_Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memohon hujan, lalu beliau memberi isyarat dengan punggung kedua telapak tangannya ke langit. Dikeluarkan oleh Muslim._

*MAKNA HADITS :*

```Dalam berdo'a disunatkan memohon agar malapetaka dijauhkan seperti memohon agar musim kemarau dihilangkan dan lain-lain sebagainya. Hendaklah seseorang mengangkat kedua tangan dan menjadikan kedua telapak tangannya menghadap ke arah langit sebagai isyarat, semoga keadaan hidup yang keras dan gersang berubah menjadi keadaan yang subur dan makmur.
Dalam berdo'a memohon kebaikan, hendaklah bagian dalam kedua
telapak tangan diarahkan ke langit. Hal ini diperkuatkan lagi dengan apa yang
disabdakan oleh Nabi (s.a.w) dalam hadis yang lain:

إذا سألتم الله فاسألوه ببطون أكفكم ولا تسألوه بظهورها

“Jika kamu memohon sesuatu kepada Allah, maka pohonlah kepada-Nya dengan menengadahkan bagian dalam telapak tangan kamu; dan janganlah kamu meminta kepada-Nya dengan bagian luar telapak tangan kamu.”```

*FIQH HADITS :*

Menjelaskan cara mengangkat kedua tangan ketika berdo'a memohon agar
malapetaka dihilangkan.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[29/6 07:56] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB PAKAIAN*_

*HADITS KE 76 :*

*عَنْ أَبِي عَامِرٍ اَلْأَشْعَرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الحِر وَالْحَرِيرَ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَأَصْلُهُ فِي الْبُخَارِيِّ*

_Dari Abu Amir al-Asy'ari Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya akan ada di antara umatku kaum yang menghalalkan kemaluan dan sutra." Riwayat Abu Dawud dan asalnya dalam riwayat Bukhari._

*MAKNA HADITS :*

```Allah (s.w.t) menganugerahkan pakaian kepada hamba-Nya, lalu dimudahkan-
Nya untuk memperolehinya. Allah (s.w.t) berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا (٢٦)

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutupi auratmu dan pakaian yang indah sebagai perhiasanmu...” (Surah al-A’raf: 26)

Pakaian itu ada dua jenis. Pertama, pakaian yang bersifat konkrit, seperti
pakaian yang lazim kita pakai. Jenis ini ada dua jenis, yaitu pakaian halal dan
pakaian haram. Pakaian halal seperti pakaian yang dibuat dari bahan kapas
atau bahan yang lainnya yang halal. Sedangkan pakaian haram seperti
pakaian yang dibuat dari sutera dan emas, khusus bagi kaum lelaki tanpa
ada udzur untuk memakainya.
Kedua, jenis pakaian yang bersifat abstrak, yaitu menghiasi diri dengan akhlak
mulia dan mengerjakan perintah Allah (s.w.t) Allah (s.w.t) berfirman:

ولباس التقوى ذلك خير (٢٦)

“… Dan pakaian takwa itulah yang paling baik...” (Surah al-A’raf: 26)

Salah seorang penyair berkata:
"Jika akhlak seseorang tidak dinodai sifat tercela maka seluruh pakaian yang dipakainya indah belaka".

Seorang bijak pandai berpesan:
“Jika seseorang tidak menghiasi dirinya dengan takwa sebagai pakaiannya, maka bererti dia sama dengan bertelanjang, sekalipun dia berpakaian secara dzahir.”```

*FIQH HADITS :*

1. Lelaki haram memakai kain sutera, karena pakaian yang dibuat dari
kain sutera merupakan pakaian miwah dan perhiasan yang hanya layak
dipakai oleh kaum wanita atau pakaian sutera menunjukkan penampilan
yang bongkak dan sombong atau ia dilarang sebagai perkara yang dilarang
oleh Islam.

2. Haram berzina dan tidak boleh menghalalkan kemaluan wanita kecuali
setelah kawin dengannya.

3. Barang siapa yang menghalalkan perkara yang diharamkan sebagaimana
yang telah dinyatakan oleh agama dengan tegas, maka sesungguhnya orang itu dianggap telah keluar dari agama dan tidak termasuk umat Islam lagi sehinggalah dia bertaubat.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[30/6 08:21] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB PAKAIAN*_

*HADITS KE 77 :*

*وَعَنْ حُذَيْفَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَشْرَبَ فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ, وَأَنْ نَأْكُلَ فِيهَا, وَعَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ وَالدِّيبَاجِ, وَأَنْ نَجْلِسَ عَلَيْهِ )  رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ*

_Hudzaifah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang kami minum dan makan dalam tempat terbuat dari emas dan perak, memakai pakaian dari sutera tipis dan tebal, serta duduk di atasnya. Riwayat Bukhari._

*MAKNA HADITS :*

```Diharamkan memakai kain sutera tulen bagi kaum lelaki yang telah berusia baligh. Rasulullah (s.a.w) pernah menerima hadiah sehelai baju dari sutera, lalu
para sahabat memegangnya sambil menaruh sikap takjub. Melihat itu, Rasulullah (s.a.w) bertanya: “Apakah kamu mengagumi kain sutera ini?” Mereka menjawab: “Ya.” Rasulullah (s.a.w) bersabda: “Sapu tangan Sa’ad ibn Mu’adz di dalam surga jauh lebih baik daripada ini.”Peristiwa yang menjadi latar belakang hadis yang bersumber dari Huzaifah ini adalah ketika beliau berada di al-al-Mada’in, ibu kota Kerajaan Parsi, dia minta minum, lalu datanglah pemimpin kaum membawa sebuah bekas yang
dibuat dari perak yang berisi air. Huzaifah membuang bekas tersebut berikut airnya, kemudian dia berkata kepada hadirin yang merasa heran dengan sikapnya itu: “Tidaklah sekali-kali aku membuangnya, melainkan kerana aku telah berkali-kali melarangnya dengan cara yang baik supaya tidak menyediakan minuman dengan bekas yang dibuat dari perak, namun terayata dia tidak mau mematuhinya. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah (s.a.w)
bersabda: “Janganlah kamu memakai sutera tipis dan tebal, serta makan dengan menggunakan bekas yang dibuat dari perak, karena sesungguhnya barang-
barang tersebut biasa digunakan oleh orang kafir di dunia. Maka bedakanlah
diri kamu dengan mereka, niscaya barang-barang tersebut untuk kamu kelak di
akhirat.”Diqiyaskan dengan bekas yang digunakan untuk makan dan minum adalah bekas minyak wangi dan celak mata.```

*FIQH HADITS :*

1. Haram makan dan minum dengan menggunakan bekas yang dibuat
dari emas dan perak bagi kaum lelaki dan wanita. Lain halnya jika dijadikan perhiasan bagi kaum wanita, sehingga emas dan perak boleh dipakai oleh mereka.

2. Lelaki diharamkan memakai kain sutera. Jumhur ulama mengharamkan
kaum lelaki duduk di atas hamparan kain sutera, karena berlandaskan
kepada satu hadis yang mengatakan:

“Nabi (s.a.w) melarang kami (kaum
lelaki) daripada memakai kain sutera yang nipis dan yang tebal, serta
melarang kami daripada duduk di atasnya.”

Tetapi Imam Abu Hanifah
membolehkan kaum lelaki duduk di atasnya. Beliau menyanggah pendapat
jumhur ulama bahawa lafaz "نهى" tidak menunjukkan hukum haram secara
pasti atau larangan tersebut ditujukan kepada gabungan antara memakainya
dengan duduk di atasnya, bukan hanya ditujukan kepada duduk di atasnya
semata. Adapun memegang kain sutera, memperjualbelikannya dan
memanfaatkannya maka itu tidaklah diharamkan.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[1/7 10:03] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB PAKAIAN*_

*HADITS KE 78 :*

*وَعَنْ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ: ( نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ لُبْسِ الحَرِيرِ إِلَّا مَوْضِعَ إِصْبَعَيْنِ, أَوْ ثَلَاثٍ, أَوْ أَرْبَعٍ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ*

_Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang memakai sutera kecuali sebesar dua, tiga, atau empat jari. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim._

*MAKNA HADITS :*

```Antara tolak angsur Islam adalah memberikan keringanan kepada kaum lelaki untuk memakai pakaian yang bercampur dengan sutera selebar kain bendera, yaitu selebar empat jari tangan, baik ketika diagungkan ataupun ketika dipisahkan. Kain sutera selebar empat jari ini diberi nama tathrif atau tathriz.
Kaum wanita dibolehkan memakai kain sutera secara mutlak, baik untuk
perhiasan ataupun untuk tujuan yang lainnya.```

*FIQH HADITS :*

Lelaki dibolehkan memakai pakaian yang bercampur dengan sedikit sutera,
misalnya selebar bendera, baik secara disatukan ataupun dipisahkan, tetapi apapun campuran tersebut dalam kadar yang sedikit.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[2/7 09:43] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB PAKAIAN*_

*HADITS KE 79 :*

*وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه ( أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رَخَّصَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ, وَالزُّبَيْرِ فِي قَمِيصِ الحَرِيرِ, فِي سَفَرٍ, مِنْ حَكَّةٍ كَانَتْ بِهِمَا )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ*

_Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memberi keringanan kepada Abdurrahman Ibnu Auf dan Zubair untuk memakai pakaian sutera dalam suatu bepergian karena penyakit gatal yang menimpa mereka. Muttafaq Alaihi._

*MAKNA HADITS :*

```Antara toleransi Islam ialah lelaki dibolehkan memakai pakaian sutera apabila dia berpenyakit kudis atau kurap. Sedangkan wanita dibolehkan memakainya secara mutlak tanpa terkecuali.```

*FIQH HADITS :*

Boleh memakai pakaian sutera apabila ada uzur seperti penyakit gatal, karena
kain sutera memiliki keistimewaan khusus, yaitu dapat meredam rasa gatal. Inilah
pendapat Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad, tetapi tidak demikian halnya dengan Imam malik dan Imam Abu Hanifah.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[5/7 10:19] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB PAKAIAN*_

*HADITS KE 80 :*

*وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: ( كَسَانِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حُلَّةً سِيَرَاءَ, فَخَرَجْتُ فِيهَا, فَرَأَيْتُ الغَضَبَ فِي وَجْهِهِ, فَشَقَقْتُهَا بَيْنَ نِسَائِي )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَهَذَا لَفْظُ مُسْلِمٍ*

_Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memberiku pakaian dari campuran sutera. Lalu aku keluar dengan menggunakan pakaian itu dan kulihat kemarahan di wajah beliau, maka aku bagikan pakaian itu kepada wanita-wanita di rumahku. Muttafaq Alaihi dan lafadz hadits ini menurut Muslim._

*MAKNA HADITS :*

```Memakai pakaian sutera menurut hukum syara' adalah haram bagi lelaki yang telah berusia baligh dan ini merupakan satu ketetapan. Rasulullah (s.a.w) pernah mengirimkan sehelai pakaian yang dibuat dari kain sutera kepada Ali ibn Abi Talib dengan tujuan bukan untuk dipakainya melainkan untuk dimanfaatkan dengan cara lain, yaitu membahagikannya kepada kaum kerabat wanitanya dengan cara memotongnya menjadi beberapa helai kerudung, lalu dibagikan kepada mereka. Akan tetapi, Ali malah mentafsirkan pengertian ini berdasarkan makna dzahir pengiriman, sehingga memanfaatkannya dengan cara memakainya.

Ketika Nabi (s.a.w) melihat itu, baginda marah, karena itu tidak bersesuaian
dengan apa yang dimaksudkannya. Lalu Nabi (s.a.w) memberinya petunjuk apa
yang dimaksudnya dan menjelaskan kepadanya bahwa memakai kain sutera tidak dibolehkan baginya. Hal ini menunjukkan boleh mengakhirkan dua keterangan sampai dengan waktu yang diperlukan karena mengandalkan kecerdasan mukhatab (lawan bicara) atau sebagai pendorong agar mukhatab mengajukan pertanyaan sehingga
jawaban itu diberikan setelah pertanyaan itu diajukan, dan keadaan demikian
lebih berkesan di dalam hatinya.```

*FIQH HADITS :*

1. Wajib mempererat ikatan silaturahim dengan kaum kerabat dan handai taulan.

2. Boleh menerima hadiah.

3. Kaum lelaki haram memakai kain sutera.

4. Boleh mengakhirkan penjelasan hukum sampai waktu yang dikehendakinya,
kerana Ali (r.a) memanfaatkan kiriman Rasulullah (s.a.w) dengan
memakainya, kemudian baginda menjelaskan kepadanya bahwa dia tidak
boleh memakai kain sutera itu.

5. Boleh menghadiahkan sesuatu yang dihalalkan bagi penerimanya agar
dia memanfaatkannya untuk kaum kerabatnya yang halal untuk memakai
hadiah itu.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[8/7 07:31] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB PAKAIAN*_

*HADITS KE 81 :*

*وَعَنْ أَبِي مُوسَى رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي, وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهِمْ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالنَّسَائِيُّ, وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ*

_Dari Abu Musa Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Emas dan sutera itu dihalalkan bagi kaum wanita umatku dan diharamkan bagi kaum prianya." Riwayat Ahmad, Nasa'i dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi._

*MAKNA HADITS :*

```Allah (s.w.t) Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dia mengharamkan pakaian
sutera dan emas bagi kaum lelaki, karena itu menunjukkan kemewahan, perhiasan
dan sifat sombong, sebaliknya ia hanya patut dipakai oleh kaum wanita. Kaum
lelaki adalah pembela negara yang berkewajipan menjaga keamanan negara. Jika lelaki menyerupai kaum wanita dalam berpakaian dan sikap berlemah-lembut,
maka tugas tersebut sukar untuk mereka pikul. Oleh itu, Rasulullah (s.a.w)
melaknat kaum lelaki yang menyerupai kaum wanita dan begitu pula sebaliknya
kaum wanita yang menyerupai lelaki.```

*FIQH HADITS :*

Pakaian sutera dan emas haram dipakai oleh kaum lelaki, namun halal bagi kaum
wanita.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[9/7 10:23] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB PAKAIAN*_

*HADITS KE 82 :*

*وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ إِذَا أَنْعَمَ عَلَى عَبْدٍ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَيْهِ )  رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ*

_Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah itu senang bila memberikan suatu nikmat kepada hamba-Nya, Dia melihat bekas nikmat-Nya itu padanya." Riwayat Baihaqi._

*MAKNA HADITS :*

```Seseorang yang memperlihatkan nikmat Allah yang dianugerahkan ke atasnya
baik dalam hal makan, minum, pakaian dan lain-lain merupakan ungkapan syukur
kepada Allah (s.w.t). oleh itu, Allah (s.w.t) menyukai apabila anugerah nikmat-
Nya itu diperlihatkan oleh hamba-Nya sebagai ungkapan syukur kepada Allah
(s.w.t) dan memperlihatkan anugerah Allah agar dengan demikian dia didekati
oleh orang yang memerlukan bantuannya dan dia pun dapat bersedekah kepada
mereka. Dengan demikian, terangkatlah diri mereka dari sikap yang tidak terpuji
seperti memperlihatkan penampilan miskin dan bersikap minta belas kasihan
orang lain.

Salah seorang bijak pandai berpesan: “Seandainya aku mengungkapkan
rasa syukur di atas kebaikan-Mu, maka aku ungkapkan itu melalui tingkah lakuku
kerana ungkapan dengan cara tersebut lebih berkesan.”

Seseorang yang diberi anugerah oleh Allah dikehendaki mengungkapkan perasaan syukur melalui lisannya di atas anugerah yang telah diterimanya itu. Ini merupakan ungkapan syukur melalui lisan. Allah (s.w.t) berfirman:

وأما بنعمت ربك فحدث (١١)

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan
bersyukur).” (Surah al-Dhuha: 11)```

*FIQH HADITS :*

Mensyukuri nikmat ialah dengan cara memperlihatkannya dalam hal makanan
dan pakaian agar dia didatangi oleh orang yang memerlukan bantuannya hingga
dengan itu dia dapat bersedekah kepada orang tersebut.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[12/7 06:30] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB PAKAIAN*_

*HADITS KE 83 :*

*وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه ( أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ لُبْسِ الْقَسِيِّ وَالْمُعَصْفَرِ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ*

_Dari Ali Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang memakai pakaian yang ada suteranya dan yang dicelup kuning. Riwayat Muslim._

*MAKNA HADITS :*

```Rasulullah (s.a.w) mengharamkan kaum laki-laki yang telah berusia baligh memakai kain sutera tulen untuk mengelakkan mereka bersifat bongkak dan memelihara sikap kelelakiannya. Kain sutera qisiy juga termasuk kain sutera. Larangan ini menunjukkan bahwa kaum lelaki haram memakai pakaian dengan jenis tertentu. Nabi (s.a.w) menyebutkan jenis khusus yang dilarang ini memandang pada masa itu jenis inilah yang paling banyak didatangkan dari negeri Mesir danSyam.Selain itu Nabi (s.a.w) melarang pula memakai pakaian yang dicelup dengan bahan zakfaran yang berwarna kuning. Namun larangan ini menurut jumhur ulama menunjukkan hukum makruh, bukan haram.```

*FIQH HADITS :*

1. Kaum lelaki haram memakai sutera, karena larangan dalam hadis ini
menunjukkan hukum haram.

2. Makruh memakai pakaian yang dicelup dengan ‘ashfar (zakfaran) menurut
Imam Ahmad, tetapi menurut jumhur ulama, itu diperbolehkan.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[14/7 10:41] يا أبا الزهراء: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB PAKAIAN*_

*HADITS KE 84 :*

*وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا, قَالَ: ( رَأَى عَلَيَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ, فَقَالَ: أُمُّكَ أَمَرَتْكَ بِهَذَا ؟ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ*

_Abdullah Ibnu Amar Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melihat kepadaku dua pakaian yang dicelup kuning, lalu beliau bertanya: "Apakah ibumu menyuruhmu seperti ini?" Riwayat Muslim._

*MAKNA HADITS :*

```Pakaian mu’ashfarah adalah pakaian yang dicelup dengan kuning. Nabi (s.a.w)
melarang kaum lelaki dari memakai baju jenis ini. Larangan ini menunjukkan
hukum makruh karena itu menyerupai kaum wanita. Inilah pendapat jumhur
sahabat dan tabi’in.
Imam Ahmad mengatakan bahwa memakai baju tersebut adalah haram
karena berdalilkan makna dzahir larangan dan berpegang kepada sabda Nabi (s.a.w): “Apakah ibumu yang menyuruhmu memakainya?” Kalimat ini menunjukkan
larangan keras dan hukuman. Seseorang yang memiliki baju yang telah dicelup
dengan kuning hendaklah diberikan kepada isterinya karena dia boleh memakainya. Pakaian itu tidak boleh dibakar, karena dilarang membakar harta selagi ia boleh dimanfaatkan. Adapun riwayat yang menyebutkan adanya perintah untuk membakar pakaian tersebut, maka itu ditafsirkan untuk menanamkan rasa antipati terhadapnya, karena ada satu riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi (s.a.w)
pernah memprotes sikap seorang sahabat yang membakar pakaian mu’ashfarah.
Dalam kaitan ini, baginda bersabda:
“Mengapa engkau tidak memberikannya
kepada salah seorang isterimu?”

Malah dalam riwayat yang lain, baginda bersabda: “Kenapa kamu tidak
memberikannya kepada ibu kamu? Ini merupakan pemberitahuan bahwa pakaian tersebut adalah pakaian kaum wanita dan perhiasan mereka. Menurut pendapat
yang lain, pakaian ini dilarang bagi kaum lelaki mengingat pakaian tersebut
merupakan pakaian orang kafir. Dalilnya adalah riwayat yang menegaskan:

إن هذه من ثياب الكفار فلا تلبسها

“Sesungguhnya pakaian ini merupakan pakaian orang kafir, maka janganlah kamu memakainya.”```

*FIQH HADITS :*

Larangan memakai pakaian yang dicelup dengan ‘ashfar karena orang yang
memakainya menyerupai kaum wanita dan pakaian tersebut hanya dipakai oleh
kaum wanita.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..

*السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB PAKAIAN*_

*HADITS KE 85 :*

*وَعَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ( أَنَّهَا أَخْرَجَتْ جُبَّةَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَكْفُوفَةَ الْجَيْبِ وَالْكُمَّيْنِ وَالْفَرْجَيْنِ, بِالدِّيبَاجِ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ. وَأَصْلُهُ فِي مُسْلِمٍ, وَزَادَ: ( كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ حَتَّى قُبِضَتْ, فَقَبَضْتُهَا, وَكَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَلْبَسُهَا, فَنَحْنُ نَغْسِلُهَا لِلْمَرْضَى نَسْتَشْفِي بِهَا ) وَزَادَ البُخَارِيُّ فِي "الْأَدَبِ اَلْمُفْرَدِ". ( وَكَانَ يَلْبَسُهَا لِلْوَفْدِ وَالْجُمُعَةِ )*

_Dari Asma Binti Abu Bakar Radliyallaahu 'anhu bahwa dia mengeluarkan jubah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam yang saku, dua lengan, dan dua belahannya bersulam sutera. Riwayat Abu Dawud. Asalnya dari riwayat Muslim, dan dia menambahkan: Jubah itu disimpan di tempat 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu hingga dia wafat, lalu aku mengambilnya. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasa mengenakannya dan kami mencucinya untuk mengobati orang sakit. Bukhari menambahkan dalam kitab al-Adabul Mufrad: Beliau biasa mengenakannya untuk menemui utusan di hari Jum'at._

*MAKNA HADITS :*

```Nabi (s.a.w) menganjurkan menghias diri dengan pakaian yang indah ketika
menyambut para delegasi agar penampilan seseorang enak dipandang mata, karena Allah Maha Indah dan menyukai keindahan. Allah menyukai apabila anugerah nikmat yang Dia berikan kepada hamba-Nya diperlihatkan oleh hamba yang berkenaan.
Antara toleransi yang diberikan oleh Islam ialah dibolehkan memakai kain
sutera sebagai penghias pakaian seperti pada bagian saku, ujung lengan dan bagian tepinya. Hal ini tidak termasuk pakaian yang diharamkan, bahkan
dikecualikan dari hukum haram tersebut. Oleh itu, Asma’ (r.a) mengeluarkan
kain jubah Nabi (s.a.w) yang bermotif demikian untuk menjelaskan bahwa
seandainya ini dilarang, niscaya Nabi (s.a.w) pun tidak mau memakainya. Hal
ini ditafsirkan bahwa pakaian kain sutera penghias tersebut hanya selebar empat
jari atau kurang dari itu.```

*FIQH HADITS :*

1. Boleh memakai pakaian yang dicampur dengan sedikit kain sutera, tetapi dalam batasan yang tidak melebihi keluasan empat jari, baik ketika disatukan ataupun ketika dipisahkan.

2. Boleh memakai kain jubah dan pakaian lain yang mempunyai dua belahan
pada kedua tepinya.

3. Melakukan pengubatan dengan pakaian-pakaian yang pernah digunakan
oleh Rasulullah (s.a.w) dan yang pernah disentuh oleh jasad baginda.

4. Disunatkan merapikan diri dan berhias untuk pergi mengerjakan sholat Jum'at, menyambut kedatangan delegasi (tamu), dan lain-lain.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..