Minggu, 28 April 2019

Kajian hadits jilid II, 46-55

[30/03 1:59 PM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SOLAT HARI RAYA AIDIL
FITRI DAN AIDIL ADHA*_

*HADITS KE 46 :*

*عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( الْفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ, وَالْأَضْحَى يَوْمَ يُضَحِّي النَّاسُ )  رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ*

_Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hari Raya Fithri adalah hari orang-orang berbuka dan hari raya Adlha adalah hari orang-orang berkurban." Riwayat Tirmidzi._

*MAKNA HADITS :*

```Jika seseorang melihat hilal bulan pada malam hari raya, maka wajib baginya
mengamalkan apa yang dia yakini dalam dirinya tanpa perlu mengira baik
hakim bakal menerima kesaksiannya ataupun tidak. Dalam masalah sholat hari
raya, berbuka dan berqurban, dia wajib mengikut keputusan yang telah dibuat oleh
lembaga kehakiman karena dikawaatiri menimbulkan kekacauan. Inilah kefahaman
yang terdapat di dalam hadis ini. Adapun sanggahan Ibn Abbas (r.a) terhadap
kesaksian seseorang yaitu Kuraib yang telah menyaksikan penduduk negeri
Syam telah berpuasa pada hari Jum'at melalui perkataannya: “Sesungguhnya
kami melihat anak bulan pada malam Sabtu,” maka ini mengandung dua tafsiran.
Pertama, barangkali Ibn Abbas (r.a) ingin menyatakan adanya perbedaan waktu
kemunculan anak bulan antara negeri Syam dengan negeri Hijaz. Inilah landasan
yang betul. Kedua, barangkali pula Ibn Abbas (r.a) menolak kesaksian satu orang
karena beliau mensyaratkan adanya sejumlah saksi dalam masalah ini. Meskipun, di dalam hadis tersebut tidak didapati bukti yang menunjukkan bahwa Ibn ‘Abbas
(r.a) menyuruh Kuraib mengamalkan apa yang bertentangan dengan keyakinan
dirinya.```

*FIQH HADITS :*

Apa yang mesti dijadikan pedoman dalam menetapkan hari raya ialah mengikuti
orang banyak. Seseorang yang melihat rukyah hari raya tetap diwajibkan
menyesuaikan dirinya dengan khalayak ramai secara hukum dalam mengerjakan
sholat hari raya, berbuka dan melakukan qurban. Jumhur ulama mengatakan
bahwa barang siapa yang melihat anak bulan Syawal, namun kesaksiannya tidak
dapat diterima oleh majlis hakim, maka dia tidak boleh berbuka.

Imam al-Syafi’i berkata: “Dia boleh berbuka kecuali jika dikawatiri akan dituduh dengan tuduhan yang buruk. Dalam keadaan ini hendaklah dia menahan diri dari makan dan minum, tetapi dengan meyakini bahwa dirinya berada dalam hari raya.”

Ulama bersepakat bahwa barang siapa yang melihat hilal bulan puasa, walaupun kesaksiannya tidak dapat diterima oleh majlis hakim, maka dia tetap diwajibkan puasa sendirian.”

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[31/03 4:04 PM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SOLAT HARI RAYA AIDIL
FITRI DAN AIDIL ADHA*_

*HADITS KE 47 :*

*وَعَنْ أَبِي عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ, عَنْ عُمُومَةٍ لَهُ مِنَ اَلصَّحَابَةِ, ( أَنَّ رَكْبًا جَاءُوا, فَشَهِدُوا أَنَّهُمْ رَأَوُا الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ, فَأَمَرَهُمْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُفْطِرُوا, وَإِذَا أَصْبَحُوا يَغْدُوا إِلَى مُصَلَّاهُمْ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ -وَهَذَا لَفْظُهُ- وَإِسْنَادُهُ صَحِيحٌ*

_Dari Abu Umairah Ibnu Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu dari paman-pamannya di kalangan shahabat bahwa suatu kafilah telah datang, lalu mereka bersaksi bahwa kemarin mereka telah melihat hilal (bulan sabit tanggal satu), maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar berbuka dan esoknya menuju tempat sholat mereka. Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Lafadznya menurut Abu Dawud dan sanadnya shahih._

*MAKNA HADITS :*

```Jika waktu hari raya telah diketahui sebelum waktu sholatnya habis, maka sholat hari raya hendaklah segera dikerjakan pada hari itu. Namun jika hari raya masih belum
diketahui melainkan sesudah waktu sholatnya habis, maka sholat hari raya hendaklah dilakukan pada hari berikutnya dan dianggap sebagai sholat qadha’.
Hadis yang menerangkan hukum ini berkaitan hari raya idul fitri, kemudian diqiaskan kepadanya hari raya idul adha.```

*FIQH HADITS :*

Jika waktu sholat hari raya telah berlalu pada hari pertama, maka sholat hari raya
hendaklah dilaksanakan pada hari kedua bulan Syawal sebelum matahari tergelincir.
Inilah pendapat mazhab Hanbali dan mazhab Hanafi. Mereka mengatakan pula
bahwa tidak ada perbedaan antara terlewat lantaran keliru atau wujudnya faktor
lain yang dikategorikan sebagai uzur.

Menurut pendapat yang sahih dalam mazhab al-Syafi’i, sholat mestilah diqadha’
dalam waktu yang tidak perlu diberi batasan, karena disunatkan mengqadha’ sholat
sunat yang dilakukan pada waktu tertentu apabila waktunya telah berlalu.

Imam Malik berkata: “Jika mereka mengetahui hari raya sebelum matahari
tergelincir, maka sholat hari raya mestilah segera dikerjakan. Jika matahari telah
tergelincir, maka sholat hari raya tidak perlu lagi dikerjakan, baik pada hari
itu ataupun pada hari berikutnya kerana sholat hari raya itu merupakan suatu amal
ibadah yang mesti dilakukan pada waktu yang telah ditentukan, ia tidak boleh
dikerjakan pada waktu lain selain dari waktu yang telah ditetapkan.”

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[01/04 9:41 AM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADHA*_

*HADITS KE 48 :*

*وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ )  أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ. وَفِي رِوَايَةٍ مُعَلَّقَةٍ -وَوَصَلَهَا أَحْمَدُ-: وَيَأْكُلُهُنَّ أَفْرَادًا*

_Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak berangkat (menuju tempat sholat) pada hari raya Fithri, sehingga beliau memakan beberapa buah kurma. Dikeluarkan oleh Bukhari. Dan dalam riwayat mu'allaq (Bukhari) yang bersambung sanadnya menurut Ahmad: Beliau memakannya satu persatu._

*MAKNA HADITS :*

```Rasulullah (s.a.w) adalah seorang pembimbing yang bijaksana dalam setiap
perkataan dan tingkah lakunya. Baginda samasekali tidak memberi ruang kepada
orang melampau dan senantiasa berusaha mematahkan hujah orang yang melewati
batas kewajaran. Baginda senantiasa makan sebelum mengerjakan sholat hari raya
supaya orang banyak tidak mengira bahwa puasa tetap wajib dilaksanakan hingga
sholat hari raya selesai. Baginda ibarat seorang tabib yang mahir dan tahu betul
bahwa puasa dapat melemahkan pandangan mata, sehingga dengan cara itu
baginda memberikan petunjuk untuk menjaganya dengan cara memakan
sesuatu yang manis ketika berbuka, karena memakan sesuatu yang manis dapat
menguatkan dan mencerahkan lagi pandangan mata, dan kekuatan tubuh
kembali seperti semula. Inilah yang diungkapkan oleh Rasulullah (s.a.w) sekaligus mengisyaratkan akan keesaan Allah (s.w.t) dengan cara memakan buah kurma satu demi satu.```

*FIQH HADITS :*

1. Rasulullah (s.a.w) selalu makan terlebih dahulu sebelum mengerjakan sholat hari raya aidil fitri.

2. Disunatkan berbuka dengan memakan buah kurma atau makanan yang
manis, karena makanan yang mengandung zat gula dapat menguatkan pandangan mata sesudah dilemahkan oleh pengaruh puasa.

3. Disunatkan memakan buah kurma satu demi satu, karena itu mengandung
isyarat yang menunjukkan keesaan Allah.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[02/04 11:17 AM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 49 :*

*وَعَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ, عَنْ أَبِيهِ قَالَ: ( كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ, وَلَا يَطْعَمُ يَوْمَ الْأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّيَ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ*

_Dari Ibnu Buraidah dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak keluar pada hari raya Fithri sebelum makan dan tidak makan pada hari raya Adlha sebelum sholat. Riwayat Ahmad dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban._

*MAKNA HADITS :*

```Menceritakan dan mengingati nikmat Allah merupakan sesuatu yang dibenarkan
oleh syariat dan begitu pula memperlihatikan kemurahan Allah dengan membuktikan
berbagai rahsia ibadah yang telah disyariatkan merupakan sebagian dari
nilai-nilai baik syariat Islam. Ketika Allah (s.w.t) menyuruh untuk menyembelih
hewan qurban pada waktu hari raya idul adha, maka apa yang paling penting
untuk dilakukan adalah bersegera memakan sebagian daging hewan qurban
tersebut setelah selesai mengerjakan sholat sebagai ungkapan perasaan syukur kepada
Allah di samping memperlihatkan rahsia-rahsia ibadah qurban yang mengandung 
manfaat dunia dan pahala di akhirat. Oleh itu, Allah (s.w.t) berfirman:

كذالك سخرناها لكم لعلكم تذكرون (٣٦)

“… Demikianlah kami telah menundukkan unta-unta itu bagi kamu, mudah-mudahan
kamu bersyukur.” (Surah al-Hajj: 36)```

*FIQH HADITS :*

1. Disyariatkan makan terlebih dahulu sebelum mengerjakan sholat hari raya
Idul fitri, karena menurut sunnah dianjurkan bersedekah pada hari raya idul fitri sebelum mengerjakan sholat sehingga disunatkan pula makan agar dapat turut serta meramaikannya bersama kaum fakir miskin.

2. Disyariatkan makan pada hari raya idul adha sesudah mengerjakan sholat, karena sedekah pada hari raya idul adha hanya dilakukan setelah mengerjakan sholat, yaitu sedekah hewan qurban, sehingga disunatkan meramaikannya secara bersama, di samping kedua hari raya tersebut
berbeda dengan hari-hari sebelumnya, karena sebelum hari raya aidil fitri diharamkan makan, berbeda dengan hari-hari sebelum hari raya idul adha.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[04/04 10:20 AM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 50 :*

*وَعَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: ( أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْعَوَاتِقَ, وَالْحُيَّضَ فِي الْعِيدَيْنِ; يَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ, وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ الْمُصَلَّى )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ*

_Ummu Athiyyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Kami diperintahkan mengajak keluar gadis-gadis dan wanita-wanita haid pada kedua hari raya untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin, wanita-wanita yang haid itu terpisah dari tempat sholat. Muttafaq Alaihi._

*MAKNA HADITS :*

```Syariat Islam yang telah diperkenalkan oleh Rasulullah (s.a.w) menganjurkan supaya
anak-anak gadis remaja yang sudah baligh dan mereka yang mendekati usia baligh
keluar menuju ke tempat di mana sholat hari raya akan dilaksanakan. Nabi (s.a.w)
menyuruh berbuat demikian menunjukkan betapa penting mengajarkan ilmu-ilmu
agama kepada kaum wanita. Penyertaan mereka untuk menghadiri nasihat dan
majlis taklim diharapkan mampu menanamkan akhlak mulia dan membersihkan hati mereka. Dengan demikian, mereka turut serta bersama kaum lelaki memetik manfaat yang terdapat pada hari perayaan ini berupa ilmu, bimbingan dan rahmat. Ini khusus apabila keluarnya wanita tidak menimbulkan fitnah. Tetapi apabila menimbulkan fitnah, maka kaum wanita dilarang keluar rumah. Aisyah (r.a) berkata: “Seandainya Nabi (s.a.w) mengetahui apa yang dilakukan oleh kaum wanita sesudahnya, niscaya baginda melarang mereka dari hadir di dalam masjid.”```

*FIQH HADITS :*

Pada kedua hari raya itu kaum wanita disyariatkan keluar menuju ke tempat
dimana sholat hari raya dilaksanakan tanpa ada perbedaan antara anak perawan dengan janda, antara pemuda dengan orang tua, wanita yang sedang haid dengan yang tidak haid. Namun wanita yang sedang haid tidak boleh turut serta mengerjakan sholat dan hendaklah mereka keluar rumah tanpa menimbulkan fitnah.

Mazbab al-Syafi’i menegaskan bahwa wanita disunatkan keluar pada hari lraya idul fitri dan hari raya idul adha, kecuali gadis yang masih muda dan gadis cantik. Mereka makruh keluar rumah menuju tempat dimana sholat dilaksanakan karena dikawatiri menimbulkan fitnah.

Mazhab Hambali juga menyatakan bahwa tidak ada salahnya kaum wanita
keluar rumah menuju tempat dimana sholat hari raya dilaksanakan, tetapi tidak
boleh memakai minyak wangi dan pakaian yang menjolok mata. Dzahir pendapat
mereka ini menunjukkan tidak ada perbedaan antara wanita yang masih muda dengan yang lainnya dimana mereka sama dibolehkan keluar rumah untuk menyaksikan pelaksanaan sholat hari raya.

Mazhab Maliki juga mengatakan bahwa apabila keadaan wanita tidak menimbulkan hasrat kaum lelaki, maka dia dibolehkan keluar untuk melakukan sholat fardu, sholat hari raya, dan sholat istisqa’. Namun jika wanita itu masih muda meskipun tidak cantik, maka tidak dibolehkan keluar rumah karena alasan di atas, dimana sholat hari raya selalu dipenuhi orang banyak hingga mereka berdesak-desakan. Wanita dibolehkan keluar menuju ke masjid untuk mengerjakan sholat
berjemaah, tetapi dengan syarat tidak memakai minyak wangi dan perhiasan.
Hendaklah penampilan dirinya tidak dikawatiri akan menimbulkan fitnah, tidak
memakai pakaian yang menjolok mata, tidak berdesak-desakan dengan kaum lelaki, dan hendaklah jalan yang dilaluinya selamat daripada macam-macam gangguan.
Jika tidak selamat, maka haram baginya keluar rumah. Jika wanita itu memiliki
kecantikan yang mempesonakan, maka secara mutlak dia diharamkan keluar rumah.

Imam Abu Hanifah menegaskan bahwa wanita-wanita yang dikurung tidak
boleh keluar rumah.

Abu Yusuf mengatakan bahwa wanita makruh keluar rumah
mereka secara mutlak.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[05/04 1:03 PM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 51 :*

*وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ: ( كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَأَبُو بَكْرٍ, وَعُمَرُ: يُصَلُّونَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ*

_Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar selalu sholat dua hari raya Fithri dan Adlha sebelum khutbah. Muttafaq Alaihi._

*MAKNA HADITS :*

```Oleh kerana mendengarkan dua khutbah sholat dua hari raya tidak diwajibkan,
maka Nabi (s.a.w) mengemukakan satu pilihan menerusi sabdanya:

انا نخطب، فمن أحب أن يجلس للخطبة فليجلس. ومن أحب أن يذهب فليذهب

“Sesungguhnya kami akan berkhutbah. Barang siapa yang hendak mendengarkan khutbah, maka hendaklah dia duduk, tapi barang siapa yang tidak ingin mendengarkannya, maka dia boleh pergi.”

Pertama yang baginda lakukan ialah mengerjakan sholat hari raya, karena
sholat merupakan suatu yang paling penting karena dengan mendahulukan sholat
akan memudahkan orang banyak. Orang yang pertama mendahulukan khutbah
ke atas sholat hari raya ialah Marwan ibn al-Hakam, gabenor Madinah. Tindakan
ini dilakukan karena orang-orang segera meninggalkan tempat sholat setelah sholat
selesai tanpa mau mendengarkan khutbah terlebih dahulu.```

*FIQH HADITS :*

Mendahulukan sholat hari raya ke atas khutbah. Ini merupakan pendapat para ulama karena mengikuti Sunnah Nabi (s.a.w) dan dua orang khalifah sesudahnya.

Tetapi mereka berselisih pendapat mengenai khutbah yang dilakukan sebelum
sholat hari raya. Mazhab al-Syafi’i dan mazhab Hanbali menegaskan khutbah tidak dianggap dan harus diulang lagi sesudah mengerjakan sholat.

Mazhab Hanafi mengatakan bahwa khutbah sudah dianggap sah, tetapi itu dimakruhkan.

Mazhab Maliki mengatakan bahwa khutbah dianggap sah, dan mengulanginya
sesudah sholat merupakan sesuatu yang dianjurkan. Menurut pendapat yang lain di
sisi mereka, mengulangi khutbah merupakan sesuatu yang disunnatkan.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[06/04 9:00 PM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 52 :*

*وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: ( أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم صَلَّى يَوْمَ الْعِيدِ رَكْعَتَيْنِ, لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا )  أَخْرَجَهُ السَّبْعَةُ*

_Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat pada hari raya dua rakaat, beliau tidak melakukan sholat sebelum dan setelahnya. Dikeluarkan oleh Imam Tujuh._

*MAKNA HADITS :*

```Sholat sunat pada hari raya disyariatkan sebagai tanda syukur kepada Allah (s.w.t)
di atas semua nikmat yang telah dilimpahkan kepada hamba-hamba-Nya berupa
hidayah dan taufik hingga dapat menyempurnakan ibadah puasa pada hari raya idul fitri dan dapat menunaikan manasik haji pada hari raya idul adha.

Sholat hari raya berjumlah dua rakaat dengan tujuan memberi keringanan kepada umat manusia dan dilakukan sebelum dua khutbah karena kaum wanita dan anak-anak turut hadir di situ. Barang siapa yang hendak menghadiri dua khutbah, maka dia dibolehkan terus duduk dan barang siapa yang tidak ingin menyaksikannya, maka dia boleh terus pergi. Sholat hari raya adalah solat jahriyyah (yang bacaan ayatnya dengan suara kuat), meskipun ia termasuk sholat yang dikerjakan pada waktu siang hari, karena dengan ini diharapkan seluruh makmum dapat menikmati sekaligus merenungi bacaan Al-Qur’an.

Ulama bersepakat bahwa sholat hari raya itu terdiri daripada dua rakaat bagi orang yang menghadirinya di tempat sholat sejak mulai bersama imam. Barang siapa ketinggalan menurut pendapat Imam Ahmad, maka hendaklah dia melakukannya empat rakaat. Menurut Imam Abu Hanifah, seseorang itu
dibolehkan memilih antara dua rakaat atau empat rakaat. Sholat hari raya hukumnya sunat mu’akkad menurut pendapat jumhur
ulama. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah wajib, karena ada perintah untuk
mengerjakannya. Apabila melakukan sholat hari raya, maka tidak dibolehkan melakukan sholat sunat yang lain, baik sebelum ataupun sesudahnya agar masyarakat awam
tidak menyangka bahwa sholat hari raya adalah wajib di samping Nabi (s.a.w)
tidak pernah melakukan sholat sunat yang lainnya, baik sebelum ataupun
sesudahnya dan tidak pula memerintahkannya. Ini menunjukkan bahwa
mengerjakan sholat sunat yang lain tidak disyariatkan, tetapi dibenarkan apabila seseorang telah pulang ke rumahnya, lalu dia mengerjakan sholat sunat di dalam
rumahnya.```

*FIQH HADITS :*

1. Menjelaskan jumlah rakaat sholat hari raya, yaitu sebanyak dua rakaat.

2. Tidak disyariatkan melakukan sholat sunat yang lain, baik sebelum ataupun sesudah sholat hari raya. Imam Ahmad mengatakan bahwa makruh melakukan sholat sunat sebelum dan sesudahnya. Imam al-Syaf’ii mengatakan bahwa orang lain selain imam boleh melakukan sholat sunat, baik sebelum ataupun sesudahnya, tetapi bagi
imam itu dimakruhkan karena berdalilkan dengan hadis ini.

Mazhab Hanafi mengatakan bahwa makruh mengerjakan sholat sunat
yang lain sebelum dan sesudah sholat hari raya apabila itu dilakukan di tempat sholat hari raya. Jika melakukan sholat sebelum itu di dalam rumah, maka hukumnya dimakruhkan. Mereka mengatakan bahwa melakukan sholat sesudahnya di dalam rumah hukumnya tidak dimakruhkan, karena
berdalilkan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah yang akan dijelaskan dalam hadis no. 54.

Mazhab Maliki membeakan antara masjid dengan tempat sholat. Menurut mereka, makmum makruh mengerjakan sholat sunat di tempat sholat sebelum sholat hari raya, demikian pula sesudahnya, karena berdalilkan dengan hadis ini. Tetapi jika makmum mengerjakan sunat yang selainnya itu di dalam masjid, karena hujan dan lain-lain sebagainya, maka dia boleh mengerjakan sholat sunat sebelum sholat hari raya, yaitu sholat tahyatal masjid dan dibolehkan pula sesudahnya, karena tidak ada larangan mengenainya. Adapun bagi imam, maka hukumnya makruh secara mutlak tanpa ada perbedaan antara masjid dengan tempat sholat di tengah lapangan.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[12/04 8:46 AM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 53 :*

*وَعَنْهُ: ( أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم صَلَّى الْعِيدَ بِلَا أَذَانٍ, وَلَا إِقَامَةٍ )  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ. وَأَصْلُهُ فِي الْبُخَارِيِّ*

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat hari raya tanpa adzan dan qomat. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan asalnya dalam riwayat Bukhari.

*MAKNA HADITS :*

```Oleh kerana hukum sholat hari raya adalah sunat mu’akkad, maka tidak disyariatkan
adzan dan iqamah, karena adzan dan iqamah hanya khusus bagi sholat fardhu.
Mengumandangkan adzan untuk mengerjakan sholat hari raya adalah bi’dah dan orang yang pertama berbuat demikian adalah Mu’awiyah ibn Abu Sufyan.
Juru adzan untuk sholat hari raya dianjurkan mengumandangkan:

الصلاة جامعة

(Kerjakanlah sholat dengan berjemaah) karena berdalilkan kepada hadis Muslim dan
diperkuat oleh qiyas ke atas sholat gerhana yang semua itu telah ditetapkan.```

*FIQH HADITS :*

1. Tidak disyariatkan mengumandangkan adzan dan iqamah untuk mengerjakan sholat dua hari raya.

2. Kaum wanita boleh keluar menuju ke tempat sholat.

3. Pada hari raya imam disunatkan menasehati kaum wanita dan menganjurkan
mereka untuk bersedekah dan lain-lain sebagainya.

4. Boleh meminta sedekah untuk orang yang memerlukannya.

5. Wanita boleh menyedekahkan hartanya tanpa perlu meminta kebenaran suaminya.

6. Kaum wanita pada zaman Rasulullah (s.a.w) senantiasa bersegera mengeluarkan sedekah dari harta milik mereka meskipun itu adalah harta kesayangan mereka seperti perhiasan yang sedang mereka pakai.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[14/04 5:48 AM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 54 :*

*وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَا يُصَلِّي قَبْلَ الْعِيدِ شَيْئًا, فَإِذَا رَجَعَ إِلَى مَنْزِلِهِ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ )  رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ*

_Dari Abu Said Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak melakukan sholat apapun sebelum sholat hari raya, bila beliau kembali ke rumahnya beliau sholat dua rakaat. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad hasan._

*MAKNA HADITS :*

```Jika ada dua hadis yang maknanya secara dzahir saling bertentangan, maka
pemahaman keduanya mestilah digabungkan. Dalam hadis sebelum ini telah
disebutkan bahwa tidak ada sholat (sunat) pada hari raya (yakni sholat sunat hari
raya), baik sebelum ataupun sesudahnya, sedangkan hadis ini menunjukkan
bahwa disyariatkan mengerjakan sholat sunat dua rakaat sesudahnya. Jika kedua hadis ini digabungkan, maka berarti penafian ini ditujukan kepada tempat sholat, sedangkan penetapan ditujukan kepada pelaksanaannya di dalam rumah.
Dengan ini diharapkan tidak ada lagi perbedaan pemahaman diantara kedua hadis ini.```

*FIQH HADITS :*

1. Tidak disunatkan mengerjakan sholat sunat sebelum mengerjakan sholat hari
raya.

2. Disyariatkan mengerjakan sholat dua rakaat di rumah setelah kembali pulang
dari melaksanakan sholat hari raya.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[16/04 8:14 AM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 55 :*

*وَعَنْهُ قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى, وَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ, ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ -وَالنَّاسُ عَلَى صُفُوفِهِمْ- فَيَعِظُهُمْ وَيَأْمُرُهُمْ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ*

_Dari Abu Said Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam keluar pada hari raya Fithri dan Adlha ke tempat sholat, sesuatu yang beliau dahulukan adalah sholat, kemudian beliau berpaling dan berdiri menghadap orang-orang, orang-orang masih tetap pada shafnya, lalu beliau memberikan nasehat dan perintah kepada mereka. Muttafaq Alaihi._

*MAKNA HADITS :*

```Apa yang dikerjakan oleh Nabi (s.a.w) ketika hari raya adalah keluar menuju tempat sholat dan mengerjakan sholat hari raya sebelum khutbah. Ketika berkhutbah, beliau
menghadapkan wajahnya ke arah kaum muslimin. Apa yang disampaikannya di
dalam khutbah adalah nasehat, petunjuk, peringatan dan larangan. Baginda tidak
melakukan sholat sunnat, baik sebelum ataupun sesudahnya. Demikianlah
Sunnah yang dilakukan oleh Nabi (s.a.w).```

*FIQH HADITS :*

1. Disyariatkan keluar menuju tempat sholat untuk mengerjakan sholat hari raya.

2. Mendahulukan sholat hari raya sebelum berkhutbah.

3. Tidak ada mimbar di tempat sholat karena sholat hari raya dilakukan di luar masjid.

4. Khutbah mengandung perintah melakukan amal kebaikan dan nasehat.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kajian hadist jilid II, 56-61

[17/04 11:43 AM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 56 :*

*وَعَنْ عَمْرِوِ بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلتَّكْبِيرُ فِي الْفِطْرِ سَبْعٌ فِي الْأُولَى وَخَمْسٌ فِي الْآخِرَةِ, وَالْقِرَاءَةُ بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا )  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ. وَنَقَلَ التِّرْمِذِيُّ عَنِ الْبُخَارِيِّ تَصْحِيحَهُ*

_Dari Amar Ibnu Syuaib dari ayahnya dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Takbir dalam sholat hari raya Fithri adalah tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua, dan bacalah al-fatihah dan surat adalah setelah kedua-duanya." Dikeluarkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi mengutipnya dari shahih Bukhari._

*MAKNA HADITS :*

```Bilangan witir mempunyai pengaruh yang besar dalam mengingat keesaan Allah
yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Bilangan tujuh mengandung rah asia
besar dimana syariat Islam menjadikan bilangan takbir sholat hari raya menjadi
ganjil. Syariat Islam menjadikannya pada rakaat pertama sebanyak tujuh kali untuk
mengingatkan ada pekerjaan haji yang dilakukan sebanyak tujuh kali, yaitu tawaf,
sa’i dan melontar jumrah, yang kesemuanya dilakukan sebanyak tujuh kali. Di samping itu, ia bertujuan membuat hati senantiasa rindu untuk mengerjakan ibadah haji, karena menghayati hari raya idul adha mampu mengingatkan diri kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta ini melalui renungan terhadap semua perbuatan-Nya seperti penciptaan tujuh langit, tujuh bumi, dan tujuh hari beserta segala isinya. Hal ini mampu mengingatkan kepada Allah apabila dilakukan pada hari raya idul adha berbanding hari-hari biasa yang selainnya.
Kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah (s.a.w) dalam mensyariatkan segala
sesuatu selalu mengambil berat kemudahan, karena belas kasihan terhadap
umat ini. Antara kemudahan itu ialah bilangan rakaat kedua sholat hari raya lebih diringankan berbanding rakaat yang pertama. Oleh karena bilangan lima adalah bilangan yang mendekati angka tujuh, maka syariat Islam menetapkan lima kali takbir untuk rakaat kedua karena belas kasihan kepada umat ini sehingga diharapkan mereka selalu dalam keadaan taat kepada Allah dan Rasul-Nya```

*FIQH HADITS :*

1. Disunatkan bertakbir dalam sholat dua hari raya, yaitu pada rakaat pertama sebanyak tujuh kali takbir, sedangkan pada rakaat kedua lima kali takbir. Imam Malik dan Imam Ahmad berkata: “Pada rakaat pertama takbir
dilakukan sebanyak tujuh kali termasuk takbiratul ihram, sedangkan pada
rakaat kedua takbir dilakukan sebanyak lima kali selain takbir berdiri.”
Imam al-Syafi’i berkata: “Takbir dilakukan sebanyak tujuh kali pada rakaat
pertama selain takbiratul ihram dan pada rakaat kedua lima kali takbir selain
takbir berdiri.” Imam Abu Hanifah berkata: “Empat kali takbir termasuk
takbiratul ihram pada rakaat pertama dan takbir rukuk pada rakaat kedua
tetap dikira empat takbir itu.”

Adapun kesinambungan dalam membaca takbir-takbir tersebut, maka Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berpendapat bahwa hendaklah seseorang melakukannya secara berkesinambungan tanpa memisahkannya
dengan dzikir ataupun bacaan do'a dan hendaklah imam berdiam sebentar
menunggu para makmum menyelesaikan bacaan takbirnya. Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad pula berpendapat bahwa antara setiap takbir hendaklah dipisahkan dengan waktu yang kadarnya lebih kurang
sama dengan membaca satu ayat yang tidak panjang dan tidak pula pendek. Murid-murid Imam al-Syafi’i berbeda pendapat mengenai bacaan yang seharusnya dibaca dalam waktu berdiam itu. Kebanyakan mereka
menyatakan bahwa waktu berdiam itu hendaklah diisi dengan bacaan:

سبحان الله والحمد لله ولا إله الا الله والله اكبر

“Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha-besar.”

Sebagian mereka pula mengatakan bahwa bacaan itu ialah:

لا اله الا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير

“Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dia Maha Kuasa ke atas segala sesuatu.”

Mazhab Hanbali pula mengatakan bahwa kalimat yang dibaca ketika berdiam itu ialah:

الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا وصلى الله على محمد النبي وعلى أله وسلم تسليما كثيرا

“Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah dengan pujian yang berlimpah,
dan Maha Suci Allah pada waktu pagi dan waktu petang, semoga Allah
melimpahkan salawat-Nya ke atas Nabi Muhammad serta keluarganya,
semoga pula keselamatan Allah sentiasa melimpah kepadanya.”

Jumhur ulama mengatakan bahwa setiap kali membaca takbir, kedua tangan mestilah diangkat. Abu Yusuf mengatakan bahwa
kedua tangan tidak boleh diangkat melainkan hanya ketika takbiratul ihram. Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Malik sebagaimana yang telah diriwayatkan pula oleh Ibn Mutharrif daripada Imam Malik bahwa disunatkan mengangkat kedua tangan setiap kali membaca takbir. Dalam riwayat lain yang bersumber dari Imam Malik
disebutkan bahwa seseorang boleh memilih mana yang dia sukai.

Hukum takbir ketika mengerjakan sholat hari raya menurut pendapat jumhur ulama adalah sunat, sedangkan menurut mazhab Hanafi adalah wajib, dimana seseorang berdosa apabila meninggalkannya dengan sengaja. Seseorang yang meninggalkan bacaan takbir itu atau sebagian darinya karena lupa, maka ulama berbeda pandangan dalam masalah ini:

Mazhab al-Syafi’i dan mazhab Hanbali menyatakan bahwa apabila seseorang meninggalkannya hingga selesai bacaan al-Qur’an, dia tidak boleh mengulanginya lagi dan tidak perlu pula melakukan sujud sahwi.

Mazhab Maliki menegaskan bahwa apabila seseorang lupa hingga tidak membaca takbir hingga selesai bacaan al-Qur’an, sedangkan dia masih belum rukuk, maka dia dibolehkan melakukan takbir, kemudian melakukan sujud sahwi sesudah salam. Ini karena setiap takbir daripada takbir-takbir sholat hari raya merupakan sunat mu’akkad. Jika seseorang
ingat setelah melakukan rukuk, maka hendaklah dia meneruskan sholatnya.
Jika dia sebagai imam, maka hendaklah melakukan sahwi sesudah salam
dan begitu pula seseorang yang mengerjakan sholat secara bersendirian.

Mazhab Hanafi mengatakan bahwa seandainya seseorang meninggalkan
takbir hingga selesai bacaan al-Qur’an, namun dia baru mengingatinya
ketika sedang rukuk, maka dia boleh membaca takbir dalam keadaan rukuk
itu. Jika mengingatinya setelah mengangkat tubuh daripada rukuk, maka hendaklah dia melakukan sujud sahwi sebagai penggantinya karena orang itu telah melalaikan suatu yang wajib.

2. Membaca al-Qur’an pada sholat hari raya. Menurut jumhur ulama, ia dilakukan sesudah membaca takbir pada kedua rakaat tersebut. Imam Abu Hanifah menegaskan bahawa seseorang hendaklah meneruskan
kedua bacaan itu secara berkesinambungan. Dengan arti kata lain, dia melakukan takbir pada rakaat pertama, lalu membaca al-Qur’an dan pada rakaat yang kedua, dia terus membaca al-Qur’an dan setelah itu barulah
melakukan takbir. Beliau mengatakan bahwa takbir merupakan pujian, sedangkan pujian yang disyariatkan pada rakaat pertama mendahului bacaan al-Qur’an dan doa iftitah sedangkan pada rakaat yang kedua
disyariatkan mengakhirkannya sama halnya dengan do'a qunut.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[20/04 9:35 AM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 57 :*

*وَعَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ قَالَ: ( كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ فِي الْأَضْحَى وَالْفِطْرِ بِـ (ق), وَ (اقْتَرَبَتْ). أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ*

_Dari Abu waqid al-Laitsi Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam sholat hari raya Fithri dan Adlha biasanya membaca surat Qof dan Iqtarabat. Dikeluarkan oleh Muslim._

*MAKNA HADITS :*

```Oleh karena sholat hari raya dihadiri oleh banyak orang hingga memenuhi tempat sholat yang terdiri dari kaum lelaki, wanita, bahkan anak-anak, maka keadaan ini
merupakan satu peluang untuk memberikan nasehat dan menyadarkan mereka.
Oleh itu, Nabi (s.a.w) memilih Surah Qaf dan Surah al-Qamar ketika mengerjakan sholat dua hari raya.

Surah Qaf dibaca pada rakaat pertama karena di dalamnya menjelaskan huru-
hara hari kiamat, keadilan ditegakkan di hadapan Allah, hisab amal, dan perkara-
perkara yang tentu menggerunak. Begitu pula Surah Qaf, di dalamnya mengandung
kisah singkat tentang keadaan umat terdahulu hingga mereka dibinasakan dan
peringatan terhadap umat ini untuk tidak mengikuti jalan umat terdahulu yang
sesat supaya azab yang telah menimpa umat terdahulu tidak menimpa mereka.

Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa pada rakaat pertama dibaca Surah al-A’la, sedangkan pada rakaat kedua dibaca Surah al-Ghasyiyah. Rahsia yang terdapat di dalamnya hanya Allah yang mengetahuinya, tetapi Surah al-A’la menjelaskan permulaan kejadian, menceritakan nikmat Allah yang berlimpah dan perintah untuk senantiasa mengingatkan umat manusia dari kelalaian.

Surah al-Ghasyiyah pula menggambarkan tentang ahli neraka dan ahli syurga. Ia turut
menerangkan siksaan yang telah disediakan oleh Allah bagi musuh-Nya serta
kenikmatan yang berlimpah bagi kekasih-Nya. Surah ini mengingatkan umat
manusia akan nikmat-nikmat Allah dan perintah mengingatkan umat manusia
dari kelalaian sekaligus menerangkan tempat kembali semua makhluk adalah
kepada Allah (s.w.t).

Ketentuan membaca surah-surah ini ketika mengerjakan sholat dua hari raya bukanlah sesuatu yang wajib, melainkan ia hanya sunat saja. Seandainya seseorang membaca surah selain itu, maka ia pun sudah dianggap mencukupi baginya.```

*FIQH HADITS :*

1. Menguatkan suara bacaan al-Qur’an ketika mengerjakan sholat dua hari raya.

2. Disyariatkan membaca Surah Qaf dan Surah al-Qamar pada sholat dua
hari raya, karena dalam kedua surah tersebut memuat berita hari bangkit, kisah umat terdahulu yang mendustakan rasul mereka
sehingga mereka dibinasakan, kemunculan manusia pada hari raya yang diumpamakan dengan kebangkitan mereka pada hari bangkit, dan kebangkitan umat manusia dari alam kubur diumpamakan dengan belalang
yang beterbangan.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[21/04 9:08 AM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 58 :*

*وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ يَوْمُ الْعِيدِ خَالَفَ الطَّرِيقَ )  أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ. وَلِأَبِي دَاوُدَ: عَنِ ابْنِ عُمَرَ, نَحْوُهُ*

_Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada hari raya biasanya mengambil jalan yang berlainan. Dikeluarkan oleh Bukhari. Abu Dawud juga meriwayatkan hadits serupa dari Ibnu Umar._

*MAKNA HADITS :*

```Sholat hari raya merupakan salah satu syiar agama Islam. Pada hari itu, seluruh
kaum muslimin berkumpul, meskipun status mereka berlainan antara satu sama
lain, untuk meramaikan hari raya yang dipenuhi kegembiraan sebagai tanda syukur
kepada Allah (s.w.t) di atas segala nikmat yang telah Dia limpahkan. Antara
nikmat Allah itu adalah kaum muslimin berjaya melaksanakan ibadah puasa dan
sholat sunnah Ramadhan serta mereka berjaya melaksanakan manasik haji di Baitul
Haram.

Oleh itu, Nabi (s.a.w) ingin menyemarakkan lagi syiar ini secara meluas dan salah satu caranya adalah disunahkan menempuh jalan yang berlainan antara berangkat dan pulang dimana seseorang hendaklah pulang dengan tidak menempuh jalan yang dilaluinya ketika dia berangkat menuju tempat sholat agar
para malaikat yang berada pada kedua jalan tersebut menyaksikannya dan
turut mendo'akannya. Di samping itu, diharapkan syiar Islam kelihatan semarak
di pelataran jalan-jalan dan dipenuhi oleh orang banyak sambil bertakbir dan berzikir
serta memakai pakaian baru. Suasana ini tentu penuh dengan kegembiraan dan
nampaklah keagungan Islam dalam bentuk kemeriahan yang luar biasa itu.```

*FIQH HADITS :*

Disunatkan berangkat menuju tempat sholat hari raya dengan menempuh suatu
jalan dan pulang dengan menempuh jalan yang berlainan. Ini berlaku bagi imam
dan makmum,

Hikmah menempuh jalan yang berlainan adalah supaya kedua jalan yang
dilaluinya turut bersaksi dengan kebaikan untuknya (kelak di akhirat); begitu pula
penduduk yang tinggal di sekitar jalan itu, baik jin ataupun manusia yang berada
di sekitarnya. Selain itu, ia bertujuan menyemarakkan lagi syiar Islam di kedua jalan tersebut agar orang kafir menjadi gentar melihat kaum muslimin dan semoga keberkahan memenuhi kedua jalan tersebut.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[25/04 7:11 AM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 59 :*

*وَعَنْ أَنَسٍ قَالَ: ( قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ, وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا. فَقَالَ: "قَدْ أَبْدَلَكُمُ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْأَضْحَى, وَيَوْمَ الْفِطْرِ )  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ*

_Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tiba di Madinah dan mereka (penduduk Madinah) mempunyai dua hari untuk bermain-main. Maka beliau bersabda: "Allah telah menggantikan dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu hari raya Adlha dan Fithri." Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i dengan sanad yang shahih._

*MAKNA HADITS :*

```Oleh karena memperlihatkan keceriaan pada dua hari raya merupakan perkara
yang disunahkan untuk menghibur diri dan memberikan kegembiraan kepada
anak-anak sebagai satu tanda syukur kepada Allah (s.w.t), maka Allah (s.w.t)
mensyariatkan dua hari raya kepada hamba-Nya yaitu hari raya idul fitri dan hari
raya idul adha, sebagaimana pada zaman Jahiliah dimana mereka memiliki dua
hari raya dalam setiap tahunnya. Namun hari raya pada zaman Jahiliah diramaikan
dengan melakukan perkara-perkara yang dilarang dan menyampingkan nilai-nilai
ibadah. Hari-hari raya dalam Islam dimeriahkan dengan melakukan sesuatu yang tidak dilarang oleh syariat disertai suasana kegembiraan dan syukur di atas nikmat Allah (s.w.t). Allah (s.w.t) berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا..... (58)

“Katakanlah, “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira…” (Surah Yunus: 58)

Hari raya itu merupakan salah satu tanda syukur dan pujian kepada Allah (s.w.t). Hari raya yang pertama disyariatkan dalam Islam ialah hari raya idul fitri bersamaan dengan tahun kedua Hijriah.```

*FIQH HADITS :*

1. Dilarang bermain dan bergembira pada dua hari Nairuz dan Mahrajan, tidak boleh bagi seorang mukmin meniru amalan orang kafir dalam mengagungkan kedua hari tersebut dan demikian pula hari-hari lain yang termasuk hari perayaan mereka, karena dikawatiri menyerupai mereka.

2. Disyariatkan memperlihatkan kegembiraan dan keceriaan pada dua hari raya Islam. Ini termasuk syariat yang ditetapkan oleh Allah (s.w.t) ke atas hamba-hamba-Nya. Mengganti hari-hari perayaan Jahiliah dengan dua
hari raya idul fitri dan idul adha yang telah disebutkan dalam hadis ini menunjukkan bahwa dibolehkan melakukan perkara-perkara yang biasa dilakukan pada zaman Jahiliah pada dua hari raya itu selagi tidak dilarang oleh Islam dan tidak melalaikan amal ibadah. Perbedaan antara hari raya
pada zaman Jahiliah dengan hari raya Islam ialah berkaitan ketentuan waktunya.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[26/04 10:33 AM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 60 :*

*وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: ( مِنَ السُّنَّةِ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا )  رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ, وَحَسَّنَهُ*

_Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Termasuk sunnah Rasul adalah keluar menuju sholat hari raya dengan berjalan kaki. Hadits hasan riwayat Tirmidzi._

*MAKNA HADITS :*

```Pada hakikatnya dibolehkan berkendaraan atau berjalan kaki ketika pergi menuju
tempat sholat hari raya maupun ketika pulang. Ini antara kemudahan yang
diberikan oleh Islam. Al-Bukhari telah membincangkan masalah ini dalam bab
tersendiri dalam kitabnya al-Shahih. Namun apa yang paling utama dalam Sunnah
Nabi (s.a.w) ialah berangkat menuju tempat sholat hari raya dengan berjalan
kaki, karena berjalan kaki lebih menampakkan lagi sikap tawadhu’ (rendah hati), memperbanyakkan lagi langkah, menghasilkan ganjaran pahala lebih banyak dan jalur lalu lintas lebih teratur mengingat anak-anak dan kaum wanita turut
hadir dalam perayaan itu. Dengan demikian, berjalan kaki menjadi lebih baik
karena berbelas kasihan kepada golongan yang kurang mampu.

Antara bimbingan yang dilakukan oleh Nabi (s.a.w) pada hari raya aidil fitri ialah hendaklah seseorang berbuka terlebih dahulu dengan beberapa butir buah kurma atau manisan yang berjumlah ganjil sebelum dia keluar berangkat menuju tempat sholat hari raya. Ini merupakan bukti wajib berbuka pada hari itu dan haram berpuasa demi menjunjung perintah Allah (s.w.t).

Apa yang disunahkan pada hari raya idul adha ialah berbuka setelah mengerjakan sholat hari raya dan setelah hewan qurban disembelih serta memakan sebagian dari dagingnya.```

*FIQH HADITS :*

1. Disunahkan keluar menuju tempat sholat hari raya dengan berjalan kaki, karena setiap langkah dikira memperoleh satu pahala hingga semakin bertambah banyak pahala itu seiring dengan banyaknya langkah yang
diayunkannya.

2. Makan sebelum berangkat menuju tempat sholat hari raya idul fitri.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..
[28/04 6:23 AM] Musthofa AB: *السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

*KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

*《JILID II (DUA)》*

_*BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL FITRI DAN IDUL ADLHA*_

*HADITS KE 61 :*

*وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( أَنَّهُمْ أَصَابَهُمْ مَطَرٌ فِي يَوْمِ عِيدٍ. فَصَلَّى بِهِمْ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم صَلَاةَ الْعِيدِ فِي الْمَسْجِدِ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ لَيِّنٍ*

_Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa mereka mengalami hujan pada hari raya, maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat hari raya bersama mereka di masjid. Riwayat Abu Dawud dengan sanad lemah._

*MAKNA HADITS :*

```Pada asalnya sholat hari raya dikerjakan di suatu tempat yang lapang dan luas agar orang-orang dapat berkumpul di tempat tersebut. Dalam kaitan ini, Nabi (s.a.w) menganjurkan semua gadis remaja, gadis pingitan dan lain-lain turut serta
mengerjakan sholat dan berdo'a bersama-sama kaum muslimin.

Rasulullah (s.a.w) selalu mengerjakan sholat hari raya di lapangan yang khusus digunakan untuk mengerjakan sholat. Hal ini menunjukkan bahwa mengerjakan sholat hari raya di lapangan lebih utama daripada melakukannya di dalam masjid, sekalipun masjid itu luas dan dapat menampung orang banyak.

Tetapi menurut pendapat sekumpulan ulama, sholat hari raya di dalam Masjidil
Haram adalah lebih utama karena masjid itu luas, dapat melihat Ka'bah secara
langsung dan pahalanya dilipatgandakan. Adapun sholat hari raya yang pernah
dilakukan oleh Nabi (s.a.w) di dalam Masjid Nabawi, seperti yang disebutkan
di dalam hadis ini, dapat ditafsirkan untuk menunjukkan hukum boleh atau
karena adanya udzur seperti hujan atau karena masjid itu sendiri cukup luas dapat
menampung semua orang yang akan melakukannya.```

*FIQH HADITS :*

Dibolehkan melakukan sholat hari raya di dalam masjid karena ada udzur seperti
hujan. Jika tidak ada uzur, maka disunatkan bahwa sholat hari raya itu dikerjakan di tanah lapang. Mengerjakannya di tanah lapang adalah lebih diutamakan dibandingkan dikerjakan di dalam masjid, karena ini telah menjadi kebiasaan Rasulullah (s.a.w) dan para Khulafa’ al-Rasyidin sesudahnya.

Inilah mazhab jumhur ulama. Alasan mereka karena Rasulullah (s.a.w) sudah biasa melakukannya di samping ia dapat menyemarakkan lagi syiar Islam
dan memberi kemudahan kepada para penunggang yang datang dari tempat
yang jauh. Mazhab Hanbali dan mazhab Maliki mengecualikan Masjidil Haram
mengingat masjid itu memiliki keluasan yang mampu menampung banyak umat manusia.

Mazhab al-Syafi’i mengatakan bahwa mengerjakan sholat hari raya di dalam
Masjidil Haram dan Baitul Muqdis adalah lebih utama dibanding di tengah padang
memandang kesucian kedua masjid itu, mudah untuk mendatanginya dan
memiliki keluasan yang bisa menampung banyak manusia. Adapun mengerjakan
sholat hari raya di dalam masjid-masjid yang lain karena masjid itu luas atau karena
turun hujan sebagaimana yang ditegaskan oleh hadis ini, maka itu dibolehkan
memandang kemuliaan yang ada padanya, mudah untuk didatangi serta tempatnya yang cukup luas pada keadaan pertama dan lantaran ada udzur pada keadaan kedua. Oleh itu, seandainya sholat dikerjakan di tengah padang, bererti mereka telah mengabaikan perbuatan yang lebih utama sehingga makruh pada keadaan kedua, bukan pada keadaan pertama. Apabila masjid itu sempit dan tidak
ada udzur untuk mengerjakan di tengah lapang, maka makruh melakukan sholat
hari raya di dalam masjid, karena adanya alasan kesusahan dan akan berlaku
desak-desakan di kalangan banyak orang. Jalan keluarnya adalah hendaklah orang
yang sehat dan kuat pergi ke tengah lapangan untuk mengerjakan sholat hari raya, kemudian melantik seorang imam di dalam masjid untuk mengerjakan sholat hari
raya bersama orang yang lemah seperti orang tua dan orang sakit. Ini karena
Khalifah Ali (r.a) pernah melantik Abu Mas’ud al-Ansari untuk berbuat demikian.

```Wallahu a'lam bisshowab..```

_*Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.*_

Semoga bermanfaat. Aamiin..